Dalam keterangannya, dia mengaku kerapkali diperintahkan langsung oleh atasannya Neneng Sri Wahyuni guna mencairkan beberapa cek dari PT Alifindo.
"Saya beberapa kali disuruh mencairkan cek oleh Bu Neneng dari PT Alifindo," kata Ivan saat bersaksi dihadapan persidangan. PT Alifindo adalah pemenang tender proyek PLTS. PT Alfindo dipinjam bendera perusahaannya oleh PT Anugerah Nusantara yang juga bagian dari Grup Permai.
Menurut Ivan, dirinya mengetahui bahwa cek tersebut berasal dari PT Alifindo lantaran dibagian bawah cek tertera nama perusahaan itu. Saat menerima cek, didalamnya sudah tertera nominal dan tanda tangan Neneng.
"Biasa diberikan (Neneng) di depan teller," kata dia sembari menambahkan pernah mencairkan Rp200 juta.
Dia menambahkan setelah dicairkan, uang dari cek tersebut ada yang tunai dan ada juga yang clearing.
"Tunai masuk ke Neneng, yang clearing lupa ke rekening siapa," demikian Ivan.
Neneng Sri Wahyuni didakwa mengintervensi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan panitia pengadaan proyek PLTS Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi tahun anggaran 2008. Intervensi ditujukan agar PT Alfindo Nuratama Perkasa (ANP) memenangkan proyek tersebut.
Jaksa mendakwa Neneng dan suaminya, M Nazaruddin memperkaya diri sendiri sebesar Rp 2,2 miliar dalam proyek ini. Selain aliran dana pada terdakwa, PPK proyek ini, Timas Ginting juga mendapat Rp 77 juta dan 2000 dolar Amerika Serikat.
Tindakan Neneng disebut merugikan keuangan negara hingga Rp 2,729 miliar. Neneng didakwa ikut mengalihkan pekerjaan utama dari PT Alfindo Nuratama ke PT Sundaya dalam proses pengadaan dan pemasangan PLTS.
PT Alfindo dipinjam bendera perusahaannya oleh PT Anugerah Nusantara yang juga bagian dari Grup Permai.
Perbuatan Neneng diancam pidana Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 3 UU Pemberantasan Korupsi. Ancaman hukuman dalam kasus tersebut, 20 tahun penjara.
[dem]
BERITA TERKAIT: