Begitu dikatakan Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Wahyudi Djafar dalam diskusi Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan bertajuk "Involusi Sektor Pertahanan; Problem RUU TNI, Komando Teritorial, Peradilan Militer, dan Tugas Non-Militer" di Cafe Sadjoe, Tebet, Jakarta Selatan, Jumat (16/6).
"Kekaryaan militer dimaknai secara tidak tepat. Konsep tentang keamanan komprehensif direspons dengan militerisasi di mana seharusnya keamanan semesta tidak semata-mata mengandalkan militer," ujar Wahyudi.
Pernyataan Wahyudi itu, dicurahkan Wakil Direktur Program Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) M. Islah, yang menyoroti adanya program pengolahan pertanian dengan mengerahkan prajurit TNI.
Menurutnya, dalam program ketahanan pangan maka yang harus dikembangkan adalah kapasitas petani. Hal ini, jika melihat biaya yang tidak sedikit untuk membuka lahan pertanian baru.
"Pembuatan lahan pertanian membutuhkan biaya sangat mahal maka tidak boleh ada alih fungsi lahan pertanian. Seharusnya yang memiliki dan mengerjakan lahannya adalah harus petani," tuturnya.
Sementara yang terjadi hari ini, kata dia, kawasan hutan beralih fungsi menjadi lahan pertanian dan ditanami singkong. Dampak sosialnya adalah petani menjadi menganggur karena lahannya telah diambil alih.
"Padahal, kita butuh tentara yang profesional, serahkan urusan pangan kepada petani. Petani kita sejahtera, dan tentara kita juga menjadi profesional," tandasnya.
BERITA TERKAIT: