Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

AS Wajib Bikin Perjanjian Dulu

Mau Ikut Patroli Di Laut Natuna

Sabtu, 27 Januari 2018, 12:32 WIB
AS Wajib Bikin Perjanjian Dulu
Foto/Net
rmol news logo Pemerintah diminta tidak langsung mengiyakan keinginan Amerika Serikat (AS) untuk ikut melakukan patroli di Laut China Selatan, termasuk di Laut Natuna. Alasannya, patroli tersebut memerlukan perjanjian bilateral terlebih dahulu.

Keinginan ikut patroli tadi disampaikan Menteri Pertahanan AS James Mattis saat ber­temu Menteri Pertahanan RI Ryamizard Ryacudu di Jakarta, Selasa lalu. Saat ini, patroli ber­sama sebenarnya sudah dilaku­kan tiga negara yaitu Indonesia, Malaysia, dan Filipina. Namun AS tetap pengin ikut.

"Kami mau membantu patroli Indonesia dengan Malaysia dan Filipina. Kami menilai hal itu be­nar dilakukan untuk menangkal kejahatan," ujar Mattis.

Pengamat militer Susanintyas Kertopati menyatakan, sesuai Hukum Laut Internasional 1982, patroli laut di sekitar Kepulauan Natuna adalah kewajiban negara pantai, dalam hal ini TNI AL dan Badan Keamanan Laut (Bakamla). "Mekanisme tersebut selama ini sudah berjalan dengan baik dan diterima oleh negara-negara di kawasan, termasuk AS. Sebagaimana mekanisme tersebut, jika ada kapal perang negara lain memasuki laut teri­torial Indonesia akan selalu dilaksanakan passing exercise (lewat latihan). Konteks latihan tersebut yang lazim berlaku dan bukannya patroli oleh kapal perang Amerika Serikat," jelas eks anggota Komisi I DPR ini.

Menurut Nuning, sapaan Susaningtyas, semua partoli laut, baik yang bersifat coordinated patrol maupun joint patrol, harus diatur terlebih dahulu mela­lui perjanjian bilateral untuk diuji terlebih dahulu dalam suatu simulasi. "Setelah perangkat dan hasil simulasi tersebut diterima kedua belah pihak, patroli baru diijinkan dilaksanakan," tan­dasnya.

Anggota Komisi I DPR Charles Honoris terang-terangan tidak setuju dengan keinginan AS itu. Politisi muda PDIP ini khawatir, ikutnya AS dalam patroli di Laut Natuna akan memperpanjang ketegangan di Laut China Selatan. "Selama belum ada kesepakatan atau pemahaman yang sama terkait batas wilayah laut di Laut China Selatan, ketegangan akan terus terjadi," katanya.

Yang perlu dilakukan saat ini, tambah Honoris, adalah mem­buat kesepakatan bersama terkait penggunaan, perlintasan, dan eksploitasi Laut China Selatan sembari menunggu penyelesa­ian masalah batas wilayah yang dapat diterima seluruh pihak. Bukan malah AS ikut masuk dan ikut melakukan patroli. "Harus ada kesepakatan juga bahwa wilayah tersebut tetap dapat dile­wati kapal-kapal perdagangan komersial dan lain sebagainya. Tanpa adanya suatu kesepakatan bersama untuk mengatur status quo legalitas, ketegangan pasti akan terjadi." ujarnya. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA