Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

HNSI: Demo Nelayan Jangan Sampai Ditunggangi

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Rabu, 05 Juli 2017, 21:54 WIB
HNSI: Demo Nelayan Jangan Sampai Ditunggangi
Ilustrasi/Net
rmol news logo Sejumlah kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan yang berkaitan langsung dengan nelayan perlu ditingkatkan agar lebih pro nelayan.

Koordinator Bidang Energi dan Sarana Prasarana Perikanan Dewan Pimpinan Pusat Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Siswaryudi Heru menyampaikan, mengkritisi kebijakan pemerintah memang perlu dilakukan.

"Demo boleh. Mengkritisi kebijakan itu juga wajib dilakukan, tetapi kalau tujuannya ditunggangi dan malah urusan copot mencopot, tentu itu kurang elegan," ujarnya dalam surat elektronik yang dikirimkan ke redaksi, Rabu malam (5/7).

Dia mengingatkan, kebijakan-kebijakan yang sudah dilakukan oleh pemerintah pun tidak semuanya anti nelayan. Justru, kebijakan yang sudah on the track harusnya didukung, dan kebijakan yang belum pas ya dikritisi.

Perlu juga diingatkan, lanjut Siswaryudi, misal, salah satu kebijakan yang masih kontroversial bagi nelayan adalah mengenai alat tangkap cantrang, perlu dilihat secara obyektif.

Selain karena urusan mencegah kerusakan lingkungan kian meluas, pemerintah juga sudah memberikan kelonggaran hingga akhir tahun 2017 tetap bisa menggunakan cantrang sembari membenahi alat tangkap yang sesuai.

"Jangan sampai nelayan malah dituding merusak laut dengan cantrang. Cantrang itu serupa denan trawl, menggunakannya bisa membuat habis terumbu karang, sehingga merusak sistim kelestarian biota laut. Ada juga sebagian nelayan yang sampai saat ini masih mempergunakan purseine dan pasang rumpon di tengah laut sehingga ikan tidak menepi, yang menyebabkan hasil tangkapan nelayan kecil menurun drastis," papar Siswaryudi.

Pada sisi lain, lanjut dia, jika demo nelayan itu berhasil menggulingkan menteri, sangat dikhawatirkan adanya pihak asing yang akan masuk dan mengobok-obok perairan Indonesia dengan mempergunakan trawl serta bentang jaring ratusan ribu mil.

"Sehingga ikan pelagis yang bermigrasi tak sampai lagi ke Bangka Belitung, Jawa dan perairan Kepulauan lainnya karena dihadang jaring kapal asing serta nelayan asing yang memasang rumpon. Akibatnya, ikan tidak bisa menepi dan nelayan Indonesia, terutama nelayan kecil akan melarat," ungkap Siswaryudi.

Lebih lanjut, menurut Ketua Bidang Kelautan dan Perikanan Pengurus Pusat Dewan Ekonomi Indonesia Timur (DEIT) ini, jika nelayan asing masuk dan mengobok-obok perairan Indonesia, maka kedaulatan kelautan dan perikanan Indonesia akan dikuasai asing.

Dia berharap, pemerintah melalui Satgas Ilegal Fiahing dan seleuruh penegak hukum laut, kiranga menegakkan Permen 71/2016 dan amanat Undang Undang Perikanan 31/2004 junto UU Perikanan 45/2009 dan sesuai amanat UUD 1945.

"Jika ada teman-teman nelayan yang usahanya tidak sesuai regulasi, tetapi malah selalu bikin gaduh pengelolaan kelautan ya ditegakkan saja aturan-aturan tadi," ujarnya.

Perlu juga diingatkan, kata Siswaryudi, persoalan demo nelayan itu tidak terlepas juga dari kepentingan pemilik kapal.

Hingga saat ini, lanjut dia, Kapal Perikanan Indonesia jumlahnya sebanyak 570.000 kapal se-Indonesia.

"Kita berharap kerja nyata KKP dengan cara fokus pemberdayaan nelayan yang struktur kapalnya masih di bawah 10 GT hingga 95 persen," ujar Siswaryudi.

Dia mengingatkan, jika kondisi seperti ini terus terjadi, dimana gerakan nelayan selalu bertujuan menggulingkan atau meminta copot mencopot pejabat, maka tidak akan ada perbaikan yang obyektif bagi kehidupan nelayan Indonesia.

"Aksi begitu bukan lagi murni sesuai keinginan untuk mendapatkan solusi," katanya.

Siswaryudi pun berharap kiranya aksi demonstrasi berlangsung tertib.

"Dan tidak membuat keributan atau tindakan anarkis hingga mengganggu kegiatan kawan-kawan lainya, seperti para petugas KKP, dimana mereka pun karyanya masih sangat digantungkan oleh sebanyak 90 persen nelayan tingkat bawah," pungkasnya. [sam]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA