Gatot akan menindak anak buahnya yang terbukti melakuÂkan pelanggaran dalam kasus bentrok dengan warga Sarirejo.
"Kami masih menunggu hasil penyelidikan. Jika ada pelangÂgaran, kita berikan sanksi," kata Gatot di Markas Besar TNI, Cilangkap, Jakarta Timur.
Namun demikian, Gatot memohon maaf kepada seluruh masyarakat atas kejadian benÂtrok di Sumut.
"Sebagai Panglima TNI, saya mohon maaf. Saya sudah memÂbentuk tim investigasi yang nanti akan menyampaikan hasil dari investigasi tersebut. Tim itu sekarang sudah bekerja," ujarnya.
Lebih lanjut, Gatot menegasÂkan, tak ada pelanggar yang tidak dihukum. Namun, hukuman bagi pelanggar harus berdasarkan hasil penyelidikan dan penyidikan.
"Pelanggar ya pasti dihukum. Tapi yang jelas, soal lahan, masyarakat silahkan mengajuÂkan dengan proses hukum, biar hukum yang menentukan. Kalau kami hanya sekedar menjaga saja," katanya.
Gatot menjelaskan, tanah yang menjadi sengketa antara warga Sarirejo, Medan, itu akan dibangun rumah prajurit yang ditargetkan tahun ini selesai.
"Secara hukum tanah yang akan dibangun itu milik negara yang dikelola oleh TNI AU," ujarnya.
Sementara, Kepala Dinas Penerangan Angkatan Udara Marsekal Pertama TNI Jemi Trisonjaya menegaskan, pihaknya akan memberikan sanksi teÂgas kepada prajuritnya yang terÂbukti melakukan penganiayaan terhadap warga saat bentrok.
"Proses penyelidikan untuk mengetahui siapa-siapa saja, baik masyarakat maupun praÂjurit TNI AU yang terbukti bersalah, sehingga akan memÂpermudah proses hukum selanÂjutnya," kata Jemi.
Menurut dia, TNI AU tidak akan menutup-nutupi kesalahan prajuritnya. Bila memang terÂbukti bersalah, dipastikan prajuÂrit TNI AU yang terlibat bentrok dengan warga di Medan pasti akan dikenai sanksi tegas sesuai aturan hukum yang berlaku.
"Tindakan ini mengindikasiÂkan tidak ada prajurit TNI AU yang kebal hukum. Artinya, seÂmua prajurit memiliki keduduÂkan yang sama di mata hukum," ujar Jemi.
Ia menjelaskan, peristiwa bentrokan berawal saat ada yang memprovokasi warga bahwa TNI AU akan menggusur tanah warga. Padahal, kata dia, sebenarnya tidak ada keterkaitan dengan rencana pembangunan rusun untuk prajurit di tanah yang tidak ada penduduknya.
Kemudian, kata dia, warga terprovokasi dengan menggelar aksi menutup akses jalan dengan cara membakar ban dan kayu.
Melihat kondisi tersebut, lanÂjut dia, prajurit AU yang bertuÂgas melaksanakan pengamanan aset negara berupa tanah seluas 5,6 hektar di Sarirejo segera mengambil tindakan persuasif dengan mematikan api dan meÂminta warga untuk mundur.
Pada saat prajurit TNI AU meminta warga untuk menÂjauh dari lokasi, terjadilah aksi saling dorong antara para prajuÂrit TNI AU dan warga.
Saat itulah, kata dia, salah seorang warga melakukan aksi pelemparan batu ke arah prajuÂrit TNI AU sehingga mengenai kepala Kopda Wiwin.
"TNI AU sangat prihatin dengan peristiwa ini karena semestinya untuk menyelesaiÂkan permasalahan sengketa tanah digunakan jalur hukum, bukan dengan melakukan aksi demonstrasi menutup akses jalan umum. Selain berpotensi anarkistis, aksi menutup jalan juga mengganggu ketertiban dan hak masyarakat untuk mengguÂnakan jalan umum," katanya.
Permasalahan status tanah antara TNI AU dan masyarakat Sarirejo, Medan, sebenarnya sudah final sejak tahun 1995.
Pada tingkat kasasi di Mahkamah Agung, telah diputuskan bahwa status kepemilikan tanah merupakan IKN Kemenhan cq TNI AU dalam hal ini Lanud Suwondo Medan. Sementara itu, hak garap ada di masyarakat.
"Bila semua pihak memahami hal ini, tentunya sengketa tanah seluas 5,6 hektar antara TNI AU dan masyarakat tidak perlu dibeÂsar-besarkan," ujarnya. ***
BERITA TERKAIT: