Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Aparat TNI-Polri Disalahgunakan untuk Jaga Tanah Sengketa di Karawang

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Rabu, 04 Februari 2015, 01:38 WIB
Aparat TNI-Polri Disalahgunakan untuk Jaga Tanah Sengketa di Karawang
ilustrasi/net
rmol news logo Era reformasi ternyata belum mampu memperbaiki beberapa hal yang menyimpang dari aturan. Buktinya, sampai sekarang masih saja ada personil TNI atau Polri yang dipakai untuk menjaga tanah sengketa.

Padahal, tindakan itu bertentangan dengan semangat reformasi dan berlawanan dengan tugas pokok prajurit TNI dan Polri

Di Telukjambe, Karawang, Jawa Barat, ratusan personil TNI dan Polri ditugaskan untuk menjaga lahan yang menjadi objek sengketa warga dengan PT. Sumber Air Mas Pratama (SAMP) yang sejak 2012 diakuisisi PT Agung Podomoro Land (APLN).

Lahan seluas 350 hektar di Desa Margamulya, Desa Wanasari, dan Desa Wanakerta, Kecamatan Telukjambe dimenangkan  PT SAMP melalui proses dan putusan sidang pengadilan yang dinilai banyak pihak penuh kejanggalan.

Sejak eksekusi lahan 24 Juni 2014 silam, lahan tersebut masih dijaga ratusan anggota ormas tertentu bersama anggota Polri bersenjata lengkap. Sejumlah oknum TNI dari Korps Marinir pun ikut menjaga lahan masyarakat yang kabarnya dirampas PT SAMP itu.

Sabtu lalu (31/1) dikabarkan, puluhan petani pemilik lahan didampingi aktivis Serikat Petani Karawang (Sepetak) dihadang polisi dan anggota TNI ketika hendak beraktivitas menanam di lahan tersebut.

"Kami minta Agung Podomoro Land agar mengeluarkan bidang-bidang tanah warga yang ikut dieksekusi di Kampung Kiarajaya Desa Margamulya seluas 43 hektar," ujar Ketua Sepetak, Hilal Tamami, kepada wartawan, Selasa (3/2).

Menurut Hilal, sempat ada negosiasi antara perwakilan Sepetak, petani pemilik tanah dengan kepolisian dan pihak APLN. Manajemen APLN diminta untuk gelar perkara sebagai ajang pembuktian surat-surat tanah yang sah.

"Selama prosesnya belum selesai, Sepetak mendesak agar tanah dalam status quo. Artinya, APLN dan warga sama-sama mengawasi lahan, dan kedua pihak dilarang mengelolanya," jelas Hilal.

Ditambahkannya, warga hanya ingin mengambil kembali haknya atas bidang-bidang tanah yang dirampas pada waktu eksekusi. Mereka tidak berurusan dengan pihak lain yang mungkin berkaitan dengan sengketa lahan.

"Ini bukan usaha warga untuk menaikkan harga. Yang mutlak dituntut adalah pengakuan hak atas tanah berdasarkan bukti dan pembayaran pajak yang mereka lakukan bertahun-tahun," tegas Hilal. [ald]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA