Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Pengamat: Visi dan Misi Penegakan Hukum di Laut Belum Jelas

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Rabu, 09 April 2014, 15:30 WIB
Pengamat: Visi dan Misi Penegakan Hukum di Laut Belum Jelas
net
rmol news logo Kewenangan TNI AL untuk melakukan penangkapan dipandang pakar hukum laut internasional, Hasyim Djalal, kerap memunculkan persinggungan dengan instansi lain.

Rancangan undang-undang badan keamanan laut (RUU Bakamla) yang sekarang ini masih "nyangkut" di DPR pun dipandang penting untuk segera disahkan menjadi UU guna mengantisipasi gesekan antar instansi.

Hasyim mengemukakan pengawasan dan penegakan hukum di laut oleh sejumlah lembaga hendaknya terkoordinasi di bawah satu atap yang diatur oleh UU. Pasalnya bila pengawasan laut didasari egosentris masing-masing lembaga justru akan melemahkan penegakan hukum di laut.

"Visi dan misi penegakan hukum di laut belum jelas karena antar lembaga yang memiliki kewenangan masih berjalan sendiri-sendiri," ujarnya, Rabu (9/4).

Hasyim mengingatkan, Indonesia memiliki wilayah laut yang sangat luas, namun belum maksimal terjaga. Sementara, aktivitas pelayaran di perairan Indonesia semakin meningkat di wilayah perairan Indonesia. Situasi ini tak menutup kemungkinan terjadi pelanggaran.

"Namun siapa yang menangani proses hukum pelanggaran kapal itu tak jelas menyusul kewenangan yang dimiliki beberapa lembaga," urainya.

Diterangkannya, TNI Angkatan Laut bertugas mengawasi hingga zona ekonomi eksludif (ZEE). Namun wilayah tugas Bea dan Cukai tidak begitu jelas pengaturannya. Tak jarang, Hasyim melihat terjadi persinggungan antara TNI AL dan Bea Cukai dalam menangani kasus pelanggaran di perairan Indonesia. Misalnya penangkapan kapal dagang yang diduga hendak melakukan penyelundupan.

"TNI AL memiliki kewenangan untuk menangkap. Demikian juga Bea dan Cukai memiliki kewenangan untuk melakukan proses hukum terhadap kapal yang diduga melakukan penyeludupan. UU Bea dan Cukai mengaturnya," ujarnya.

Demikian pula dengan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Kementerian Kelautan dan Perikanan (PPNS-KKP), TNI AL kerap bersinggungan dalam menangani proses hukum kapal nelayan yang melakukan pelanggaran di laut.

Seperti diberitakan sebelumnya, Pangkalan Angkatan Laut Batam pada 7 Maret lalu melakukan penangkapan terhadap  kapal tongkang Bina Marine 76 yang berlayar dari pelabuhan laut Pangkal Balam, Bangka Belitung menuju Singapura yang dikawal oleh aparat kepolisian. Penangkapan itu dinilai janggal oleh sejumlah pihak, termasuk Ketua Komisi I DPR RI Mahfudz Siddiq. Pasalnya, tak hanya melakukan penangkapan, Lanal Batam juga menahan 58 kontainer berisi timah diduga ilegal berbentuk solder, anode, dan billet senilai US$ 33,4 juta atau Rp 378 miliar yang akan diekspor ke Singapura tersebut.

Mafudz meyakinkan. Komisi I berencana mengundang Bakorkamla ke DPR untuk membahas sinergi antarinstansi yang berwenang di perairan Indonesia. TNI AL juga berwenang mengamankan perairan Indonesia tidak hanya dari ancaman asing tapi juga mencegah terjadinya pelanggaran hukum di perairan kita.

"Tapi dalam kasus ini TNI AL sesudah menangkap seharusnya menyerahkannya kepada Bea Cukai. Gakumnya Bea Cukai-lah yang berwenang," tegas Mahfudz.

Menanggapi kasus ini Menteri Koordinator Politik bidang Politik Hukum dan Keamanan menegaskan persoalan penahanan tongkang bermuatan timah telah selesai tanpa ada gesekan antara instansi. [ald]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA