Demikian ditegaskan Ketua Pansus Perparkiran DPRD DKI Jakarta Ahmad Lukman Jupiter usai rapat bersama eksekutif, Rabu 2 Juli 2025.
Jupiter menilai, pengawasan pengelolaan parkir di DKI Jakarta masih lemah. Karena itu, perlu diperjelas fungsi dan kewenangan dari masing-masing pemangku kepentingan.
Di antaranya, Unit Pengelola (UP) Perparkiran, Badan Pendapatan Daerah (Bapaenda), dan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP).
Menurut Jupiter, terlihat ketidaksiapan eksekutif dalam mengelola parkir tidak berdasar.
“Kami melihat banyak yang harus dievaluasi,” ujar Jupiter dikutip dari laman resmi DPRD DKI Jakarta.
Ia mengungkapkan, terdapat perbedaan data yang berpotensi kebocoran terhadap pendapatan asli daerah.
Dinas PMPTSP, lanjut dia, tidak memiliki data jumlah operator pengelola parkir di DKI Jakarta.
Akibatnya, tidak ada rekomendasi teknis perizinan yang diterbitkan dalam mengoperasikan perparkiran.
Data dari UP Perparkiran, hingga kini terdapat 1.500 operator pengelola parkir. Sebanyak 105 di antaranya tidak mengantongi izin kelola sistem parkir.
Hal itu menyebabkan terjadi praktik pemungutan biaya dari hasil parkir secara ilegal.
“Ini pidana ini, karena ini dianggap pungli (pungutan liar),” kata Jupiter.
Jupiter menegaskan, ketiadaan izin mengelola parkir sama dengan penggelapan pajak.
Untuk itu, Bapenda DKI diminta mengintegrasikan data pembayaran parkir secara nontunai kepada UP Perparkiran dan operator pengelola parkir.
Sistem integrasi Bapenda harus secara
real time. Dengan demikian membantu mengurangi kebocoran PAD.
“Bisa secara langsung mengetahui secara real time jumlah kendaraan yang masuk, berapa jumlah kendaraan yang keluar,” pungkas Jupiter.
BERITA TERKAIT: