Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Denny JA Rumuskan 6 Prinsip Emas Spiritualitas di Era AI

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/idham-anhari-1'>IDHAM ANHARI</a>
LAPORAN: IDHAM ANHARI
  • Sabtu, 21 Desember 2024, 16:32 WIB
Denny JA Rumuskan 6 Prinsip Emas Spiritualitas di Era AI
Denny Januar Ali/Ist
rmol news logo Pemikir dan tokoh lintas disiplin, Denny JA merumuskan The Six Golden Principles of Spirituality in the Era of AI sebagai panduan dalam menghadapi perubahan era yang dipenuhi teknologi dan kecerdasan buatan (AI).

Prinsip-prinsip ini tidak hanya berbicara tentang hubungan manusia dengan teknologi, tetapi juga tentang pencarian makna hidup yang universal.

Enam prinsip emas spiritualitas untuk era AI dirumuskan Denny JA berdasarkan studi selama 30 tahun dalam penemuan positive psychology, neuroscience, mempelajari tradisi berbagai agama.

Pertama, adalah spirit mengutamakan persamaan manusia ketimbang perbedaannya. Persamaan antar homo sapiens lebih tua, lebih dalam, dan lebih hakiki dibandingkan perbedaan yang muncul akibat agama atau keyakinan.

"Era ini mengajarkan dasar dari semua keyakinan adalah sama, yakni mencari makna, merawat kehidupan, dan menjawab misteri eksistensi," kata Denny JA dalam keterangan tertulisnya, Sabtu, 21 Desember 2024.

Persamaan ini, kata Denny JA, adalah fondasi harmoni, yakni spiritualitas modern harus menjadi alat untuk membangun jembatan, bukan tembok pemisah.

Kedua, warisan agama sebagai kekayaan kultural milik bersama. Dikatakan Denny JA, lebih dari 4.200 agama dan kepercayaan di dunia bukan hanya milik para penganutnya, tetapi juga warisan budaya umat manusia.

Setiap agama, kata dia, menyimpan pesan cinta, belas kasih, dan kebijaksanaan yang universal.

"Hidup secara spiritual di era ini adalah upaya untuk menyaring esensi dari ajaran-ajaran tersebut agar pesan-pesan spiritual ini bisa dinikmati oleh siapa saja, tanpa sekat dogma atau batas identitas," jelas Denny JA.

Dalam pandangan Denny JA, universalisasi pesan agama ini bukan berarti menghapus perbedaan, tetapi merayakan keberagaman sebagai kekayaan bersama.

Ketiga, kebahagiaan dan makna melalui riset ilmu pengetahuan. Era ini dimaknai Denny JA adalah masa ketika kebahagiaan dan makna hidup tidak lagi hanya menjadi domain filsafat atau agama, tetapi juga sains.

Melalui riset positive psychology dan neuroscience, manusia kini memiliki peta untuk mencapai kebahagiaan. Denny JA merumuskan formula 3P plus 2S, yakni personal relationship, positivity, passion, small winning, dan spirituality sebagai kunci menuju hidup bermakna.

“Semua manusia, tanpa memandang agama atau ideologi, memiliki potensi untuk bahagia,” ujar Denny JA.

Kebahagiaan, menurutnya, bukan puncak, tetapi perjalanan. Ini adalah warisan kolektif yang dapat diakses oleh siapa saja yang mau hidup secara sadar.

Keempat, pertarungan menafsirkan agama yang sesuai hak asasi manusia. Di era ini, tafsir agama tidak lagi menjadi domain eksklusif otoritas tertentu.

Dimaknai Denny JA, artificial intelligence hadir sebagai alat untuk mengeksplorasi dan membandingkan tafsir agama secara mendalam, membimbing manusia untuk memilih tafsir yang menumbuhkan ilmu pengetahuan, menghormati hak asasi manusia, dan membawa kebahagiaan.

Denny JA melihat AI sebagai jendela baru untuk memahami sejarah tafsir agama. Namun, ia juga mengingatkan bahwa AI tidak menggantikan kebijaksanaan manusia.

“Pilihan tetap ada di tangan kita. Tafsir yang benar adalah yang membuat dunia menjadi rumah yang lebih baik bagi semua,” tegasnya.

Kelima, pemberdayaan spiritual individu, berkurangnya otoritas ulama, pendeta dan biksu. Era AI, kata dia, memberikan kebebasan lebih bagi individu untuk menemukan jalan spiritual mereka sendiri.

Dengan AI yang memungkinkan eksplorasi lintas teks dan sejarah agama, manusia kini memiliki alat untuk memutuskan paham dan nilai spiritual yang relevan dengan hidup mereka.

Ulama, pendeta, biksu, dan guru tetap berharga sebagai penjaga hikmah, tetapi otoritas mereka tidak lagi absolut.

“Era ini memanggil kita untuk menjadi pemimpin spiritual bagi diri sendiri, dengan kebebasan yang juga menciptakan tanggung jawab baru,” lanjutnya.

Keenam, perayaan hari raya aneka agama secara sosial dan lintas iman. Menurutnya, hari raya agama-agama adalah lebih dari sekadar ritus keagamaan, melainkan momen untuk merayakan kehidupan, cinta, dan makna bersama.

“Masing-masing dari kita tidak perlu mengikuti ritus agama yang tidak kita yakini, tetapi kita dapat hadir sebagai sahabat, berbagi kebahagiaan dalam momen-momen suci itu,” jelas Denny JA.

Tradisi ini mencerminkan harapan akan dunia yang lebih damai, di mana keberagaman adalah kekayaan yang layak dirayakan bersama. Di sisi lain, GPT Spiritual Companion memfasilitasi dialog lintas agama, membuka ruang refleksi tanpa batas.

“AI bukan hanya alat, tetapi teman perjalanan batin yang mengingatkan kita bahwa spiritualitas tetap abadi, meski berbaju teknologi,” tandas Denny JA. rmol news logo article
EDITOR: DIKI TRIANTO

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA