Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) M. Fanshurullah Asa, mengaku sudah turun lapangan mengecek harga bawang putih di pasaran. Hasilnya, terjadi perbedaan harga di masing-masing daerah.
"Kami sudah turun ke lapangan menginstruksikan 7 kanwil, saya salah satu turun ke Kalbar, mengecek. Memang ketemu harga sekitar Rp40 ribu per kilogram, turun. Kecenderungan ada turun menjadi Rp38 ribu. Tapi di daerah misalnya Makassar, tinggi, saya lihat sampai Rp50 ribu, Rp60 ribu," jelas Fanshurullah di Kantor KPPU, Jakarta, Selasa (21/5).
"Nah persoalannya, apa harga acuan pasarnya? Setelah kami teliti berdasarkan masukan dari deputi, kajian advokasi, saya juga mengecek semua berita, belum ada (HET)," sambungnya.
Kalaupun ada, lanjut Fanshurullah,itu berupa Harga Acuan Pembelian (HAP) di tahun 2019. Di mana HAP ditetapkan sebesar Rp32 ribu/kg tapi belum jelas penetapannya di level importir, distributor, agen, atau pengecer.
Ia lantas membandingkan produk-produk lain seperti beras, cabai, dan gula yang sudah memiliki HET. Oleh karena itu ia meminta Bapanas menetapkan HET untuk bawang putih.
"Oleh karena itu kita minta, tolong Bapanas diaturlah, dibuat aja harga acuan tadi di mana nih. Ya enggak boleh dong dikata tadi Rp32 ribu se-Indonesia, seperti juga netapin harga beras, ada relaksasi sekarang. Sumatera lain, Jawa lain, Kalimantan lain, Sulawesi lain," paparnya.
Meskipun bawang putih bukan bahan pokok penting, Fanshurullah menyebut adanya HET memberikan gambaran soal kondisi harga produk di pasaran. Selain itu, HET juga dapat membantu mengindikasikan adanya praktik kartel di setiap levelnya.
"Saya kira Bapanas (harus) menetapkan (HET), walaupun ini bukan bahan pokok penting, ini musti ditetapkan. Sehingga kita tahu ini, harga ini mahal, di atas berapa persen, terukur. Apakah terjadi persekongkolan, kartel apakah di importir apakah di level distributor, atau di agen, kita cek semua," tandasnya.
BERITA TERKAIT: