Dalam resume disertasinya, Wulan yang meraih predikat
cumlaude itu menjelaskan, penelitian ini beranjak dari keingintahuan peneliti pada aktor politik yang secara konsisten selalu berada di halaman tiga
Buletin Parlementaria. Buletin Parlementaria merupakan salah satu media komunikasi yang diterbitkan oleh DPR RI.
"Buletin ini memiliki tujuan untuk memberikan informasi yang akurat, jelas, dan mudah dipahami mengenai kebijakan, undang-undang dan kegiatan DPR RI serta memperkuat kesadaran masyarakat tentang peran DPR RI dalam pembentukan kebijakan dan pelayanan kepada masyarakat," kata Wulan dalam forum sidang terbuka Senat Universitas Sahid, Rabu (28/2).
Mengutip Lord Acton salah satu guru besar sejarah modern di Universitas Cambridge, kata Wulan,
power tends to corrupt, absolute power corrupt absolutely. Bahwa Kekuasaan itu cenderung korup, dan kekuasaan yang absolut cenderung korup secara absolut.
Adagium tersebut tampaknya tepat untuk menggambarkan penguasa yang ingin menyalahgunakan kekuasaannya. Korupsi yang dimaksud bukan hanya terkait uang, melainkan juga terkait kebijakan yang dibuat oleh penguasa.
"Peneliti menduga diterbitkannya Buletin Parlementaria tidak sesuai dengan visi-misi awal, di mana buletin tersebut memiliki slogan “Membuka pintu informasi, Menghubungkan Masyarakat",” kata Wulan.
"Peneliti mencurigai adanya aktor politik yang memanfaatkan
Buletin Parlementaria, karena buletin tersebut dianggap dapat menjadi alat yang efektif untuk membangun citra di masyarakat," sambungnya.
Adapun tujuan penelitian ini, lanjut Wulan, untuk membongkar tindakan komunikatif yang digunakan dalam teks dan kognisi sosial sebagai media pencitraan aktor politik pada
Buletin Parlementaria. Kedua, untuk mengungkap struktur sosial dalam wacana aktor politik pada
Buletin Parlementaria.
Sebagai cara untuk mancapai tujuan penelitian ini, Wulan mengatakan, menggunakan landasan teori Habermas yang mengarah pada tindakan komunikatif. Teori Berlo yang mengembangkan Pencitraan, serta Analisis Wacana Kritis Van Dijk yang digunakan sebagai metode untuk membongkar tujuan penelitian.
Wulan menambahkan, penelitian ini menggunakan paradigma kritis melalui pendekatan kualitatif untuk menjawab dua rumusan masalah yang dibuat terhadap Buletin Parlementaria edisi 1200-1210 yang terbit di bulan Mei sampai Agustus 2022.
Bagi biro pemberitaan DPR RI, lanjut Wulan, sudah semestinya Buletin Parlementaria kembali ke tujuan awal dibentuk. Sebagai media internal yang mempublikasikan informasi tentang anggota DPR tanpa pilih kasih, dengan mengedepankan sisi jurnalistik yang baik. Sehingga tidak lagi mengekang jurnalis untuk satu kepentingan yang dimiliki aktor politik tertentu.
"Biro pemberitaan DPR juga dapat meniru dan mencontoh sikap dari Bapak Humas Dunia yaitu Ivy Lee. Pendekatan Lee berfokus pada transparasi, kejujuran, dan komunikasi terbuka dengan media," pungkas Wulan.
BERITA TERKAIT: