Acara dibuka dengan kesenian Sanduran dari Bojonegoro yang dibawakan oleh Sanggar Seni Sayap Jendela dari Bojonegoro, kemudian dibuka oleh Teguh Haryono sebagai pemantik Sarasehan.
"Cita-cita saya waktu kecil pengen jadi dokter, begitu dewasa pengen jadi insinyur dan akhirnya jadilah saya insinyur. Berkarya puluhan tahun dan sekolah lagi, saya ambil doktor pertahanan di Universitas Pertahanan. Akhirnya dari situ saya paham, bahwa pertahanan terbaik bangsa Indonesia adalah kebudayaan,” ucap pakar pertahanan budaya dari Universitas Pertahanan, Teguh Haryono dalam keterangannya, Selasa (16/1).
Dia menambahkan, misalnya ilmu kedokteran, leluhur kita sudah ratusan tahun bahkan ribuan tahun mencatat atau punya ilmu titen, tanaman ini ditambah bijian bisa menyembuhkan suatu penyakit.
“Demikian juga dengan insinyur, sudah ratusan tahun nenek moyang kita memiliki struktur dan desain rumah atau sistem pemukiman yang sangat baik untuk berlindung dari kondisi alamnya. Dari sinilah saya pengen mengatakan bahwa pertahanan terbaik bangsa Indonesia adalah kebudayaannya. Mulai dari meja makan budaya kuliner sampai dengan arsitektur rumahnya," jelasnya.
Sarasehan Kenduri Budaya di Mojokerto ini adalah acara sampingan dari Ruwatan Nusantara di Sembilan Titik yang diagendakan oleh Pandawa Lima Daulat Budaya Nusantara. Sarasehan budaya ini dibuat untuk menanggapi antusiasme dari para seniman dan budayawan yang mengapresiasi Ruwatan Nusantara.
"Kebudayaan bukan hanya seni, kebudayaan adalah tentang cara berpikir. Soal tari, gamelan dan seni yang lain itu bagian permukaan dari kebudayaan. Saya datang langsung duduk pas sedulur-sedulur memainkan Sanduran untuk membuka acara Sarasehan Kenduri Budaya. Saya memperhatikan betul kesenian yang sedang dimainkan," ucap Sujiwo Tejo.
Tanpa menunggu waktu lama, statement Sujiwo Tejo langsung disambar para hadirin Sarasehan Kenduri Budaya yang mayoritas para seniman dan budayawan Jawa Timur.
"Apakah budaya itu sama dengan agama, kalau berbeda apa pembedanya," tanya Anton dari Mojokerto.
Pertanyaan yang dilempar di tengah sarasehan ini langsung membuat riuh hadirin, menghangatkan suasana Kenduri Budaya yang sore ini gerimis.
"Budaya, seni, ritus ini perlu pemahaman. Apalagi ada agama. Harus tau wilayahnya. Dalam ilmu antropologi ada
culture dan ada
nature. Ketika alam (
nature) lebih kuat daripada kultur (manusia) atau sebaliknya, maka perlu ritus sebagai jembatan penyeimbang. Ritus itu agama, seperti puasa yang dikenal oleh banyak agama-agama" terang pengasuh Pesantren Kebudayaan Ndalem Wongsorogo Kaliwungu Kendal, Kyai Paox Iben Mudhaffar.
Acara sarasehan budaya ini memang jarang diadakan, dan ketika informasi acaranya menyebar, otomatis menarik minat para seniman dan budayawan di Jawa Timur.
"Apakah puasa weton sebuah budaya," tanya Sangaji dari Sidoarjo.
"Puasa sunnah hari Senin dan Kamis. Rasulullah ditanya kenapa puasa sunnah hari Kamis, jawab Rasulullah karena di hari itu amal dinaikkan. Kenapa hari Senin, karena Senin hari lahir saya (Rasululloh). Jadi puasa weton itu silah diterjemahkan sendiri," jawab Gus Benny, pengasuh Pondok Alam Adat Budaya Nusantara.
BERITA TERKAIT: