Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Putut Prabantoro: Jangan Jual Tanah Adatmu!

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ade-mulyana-1'>ADE MULYANA</a>
LAPORAN: ADE MULYANA
  • Jumat, 22 Desember 2023, 13:53 WIB
Putut Prabantoro: Jangan Jual Tanah Adatmu<i>!</i>
Dari kiri-kana: Dandim 0910 / Malinau Letkol Inf Alisun, Taprof Bidang Ideologi Lemhannas RI AM Putut Prabantoro, Bupati Malinau Wempi W Mawa, Pastor Paroki St Lukas Apau Kayan Rm Sixtus Pr, dan Sekda Kabupaten Malinau, Ernes Silvanus (dok. pribadi)
rmol news logo Jika hutan adalah nafas kehidupan bagi diri kalian dan keturunan maka jangan jual tanah adatmu. Hiduplah dari hutan yang merupakan supermarket bagi kebutuhanmu sehari-hari. Kehidupan terisolirmu dari dunia luar bukan menjadi alasan menggadaikan warisan yang menjadi hak generasi mendatang.
Demikian ditegaskan Pengajar (Taprof) Bidang Ideologi Lemhannas RI, AM Putut Prabantoro kepada lebih dari 500 umat Katolik Paroki Gereja Katolik Apau Kayan, Long Ampung, di Agung Baru, Sungai Boh, Malinau, Kalimantan Utara, Senin (18/12).

Putut Prabantoro hadir sebagai narasumber wawasan kebangsaan dengan tema "Apau Kayan dan Masa Depan Indonesia". Pembekalan ini merupakan salah satu acara perayaan 25 tahun Gereja Paroki St. Lukas, Apau Kayan yang jatuh pada Selasa (19/12). Perayaan berpusat di Stasi St. Maria Goreti, Agung Baru.

Perayaan dihadiri Bupati Malinau, Wempi W Mawa, Sekda Ernes Silvanus, Dandim  0910 / Malinau Letkol Inf. Alisun dan rombongan Forkompinda lainnya, Anggota DPRD Malinau Eva Christine Agustina, serta Gora Kunjana dari Paguyuban Wartawan Katolik Indonesia (PWKI).  Hadir juga dalam acara tersebut artis Maria Calista.

Putut Prabantoro menjelaskan bahwa ketika manusia dilahirkan, tempat, suku, pekerjaan orang tua dan keyakinan merupakan anugerah. Sementara keterbatasan yang dimiliki hendaknya dipandang sebagai modal kehidupan.

"Untuk menembus wilayah terisolir atau terisolasi seperti di sini hanya pesawat kecil yang menjadi tumpuan. Setelah pesawat perjalanan akan dilanjutkan dengan mobil, motor bahkan berjalan kaki yang tidak dekat. Itu belum dilihat faktor penghambat lain seperti jembatan rusak, sungai yang meluap dan akses jalan yang berlumpur.

Dan, saya dari bandara Mahak yang kecil, untuk menuju ke Sungai Boh ini, ada 4 jembatan yang rusak. Bahkan untuk masuk desa, hanya tersedia, jembatan gantung yang sudah dimakan usia. Sinyal HPpun dapat dikatakan tak ada. Kalau pun ada harus membeli kuota yang tidak murah," tutur Putut Prabantoro.

Putut juga memaparkan sejumlah fakta bahwa di daerah terpelosok ini, semua barang dari luar wilayah sangat mahal. Bensin dari Malaysia seharga Rp 30.000 per liter, listrik bersumber dari Malaysia karena solar untuk menghidupkan diesel datang dari negara tersebut.

Listrik pun hanya sebagai energi secukupnya karena pada pukul 21.00 sudah mati. Sementara pada siang, karena ada matahari, listrik tidak digunakan sebagai bentuk penghematan.

Untuk makanan, ayam broiler seharga Rp 150 ribu atau juga semen seharga Rp 600 ribu per sak. Beruntunglah, urai Putut Prabantoro, ada hutan dan sungai yang menjadi 'supermarket' kebutuhan masyarakat. Hanya saja 'supermarket' ini sudah langka barang karena pola hidup masyarakat.

Namun Provinsi Banten bisa menjadi contoh karena di sana ada masyarakat yang mampu hidup dalam segala keterbatasannya. Diceritakan bahwa suku Baduy tidak mengenal listrik, tidak menggunakan HP, selalu berjalan kaki meski akses transportasi tidak sulit. Yang mengagumkan, masyarakat Baduy memiliki ketahanan pangan berdasarkan swadaya.

"Oleh karena kehidupan dan tanah yang subur ini merupakan kehidupan utama bagi masyarakat di sini, hutan dan sungai perlu dijaga, dilestarikan. Tanah  tempat tinggal yang merupakan hasil buka hutan, hendaknya tidak dijual. Harus dijaga dan dipelihara. Memang menjadi masalah bagi masyarakat ketika berhadapan dengan masa depan dan pendidikan anak. Lalu apa yang harus dilakukan?" ujar Putut Prabantoro.

Putut menyinggung perpindahan ibu kota Negara dari Jakarta ke Ibu Kota Nusantara. Jika terwujud maka akan ada akses yang diharapkan dibuat dari Samarinda ke Long Ampung juga ke daerah-daerah terisolasi seperti Agung Baru.

Dengan begitu akan memperlancar dan sekaligus mempercepat pembangunan di wilayah Kaltara dan Kaltim sebagai dampak. Akan banyak investor yang masuk dengan mempertimbangkan sumber kekayaan alam daerah ini.

"Pada saat inilah kebutuhan tanah akan menjadi salah satu pilihan yang harus diputuskan investor. Jika karena kebutuhan sesaat tergiur menjual tanah maka dampak yang akan dihadapi adalah hilangnya hutan dan sekaligus tanah yang dimiliki. Artinya lambat laun kehidupan, adat istiadat dan budaya akan hilang karena pengaruh modernisasi," ujar Putut Prabantoro.

Putut Prabantoro menyarankan agar hutan dan tanah adat tidak dijual. Sumber-sumber air termasuk sungai hendaknya juga dijaga untuk kehidupan.

"Itu merupakan hak bagi anak cucu. Pembangunan semodern apapun harus memperhatikan adat dan budaya setempat karena itu juga merupakan kekayaan kebhinekaan Indonesia. Ideologi Pancasila menjamin kesejahteraan masyarakat harus dilandasi oleh keadilan sosial, bukan keadilan pribadi," tegasnya.

Putut juga mengingatkan bahwa tantangan utama bagi masyarakat adat adalah perkembangan teknologi komunikasi dan gaya hidup remaja saat ini. Teknologi komunikas dan informatika yang nirkabel menurutnya menjadi pesaing utama bagi kecerdasan masyarakat adat.

"Masyarakat adat tidak bisa berjalan sendiri karena tidak mampu. Oleh karena itu harus ada kerjasama antara Pemerintah, orang tua, anak muda dan institusi pendidikan. Jangan melihat agama, suku, atau latar belakang lainnya untuk mencerdaskan remaja di kabupaten ini. Semua remaja di wilayah ini memiliki hak yang sama," ujar Putut Prabantoro.
EDITOR: ADE MULYANA

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA