Kritikan tersebut disampaikan Fajar lewat bait puisi ciptaan sang ayah berjudul
Momok Hiyong.
Dengan tampilan rambut panjang dan mengenakan kaus putih, Fajar langsung menaiki panggung dan membacakan puisi yang berisi kritikan keras terkait penyalahgunaan kekuasaan.
Momok hiyong si biang kerok,
Paling jago bikin ricuh,
Kalau situai keruh,
Jingkrakjingkrak ia.
Bikin kacau dia ahlinya,
Akalnya bulus siasatnya ular,
Kejamnya sebanding nero,
Sefasis hitler sefeodal raja kethoprak.
Luar biasa cerdasnya,
Di luar batas culasnya,
Demokrasi dijadikan bola mainan,
Hak asasi ditafsir semau gue.
Emas doyan hutan doyan,
Kursi doyan nyawa doyan,
Luar biasa,
Tanah air digadaikan.
Masa depan rakyat digelapkan,
Dijadikan jaminan hutan.
Momok hiyong momok hiyong,
Apakah ia abadi,
Dan tak bisa mati?
Momok hiyong momok hiyong,
Berapa ember lagi,
Darah yang ingin kau minum?
30 September 1996Lantunan bait puisi tersebut disambut dengan riuh tepuk tangan penonton. Salah satunya aktivis HAM, Usman Hamid yang meneriakkan tragedi hilangnya para aktivis menjelang era reformasi itu.
"Hidup korban, hidup rakyat," teriak Usman usai pembacaan puisi
Momok Hiyong, di GBK, Jakarta, Sabtu (9/12).
Tidak hanya orasi dari para aktivis, Panggung Rakyat juga diisi dengan penampilan musisi. Mulai dari PAS Band, Iwa K, Endank Soekamti, dan beberapa lainnya.
Panggung Rakyat bertajuk Bongkar ini juga dihadiri budayawan Goenawan Mohamad, putri Presiden Gus Dur, Inayah Wahid, hingga mantan Komisioner KPK, Laode Muhammad Syarif.
BERITA TERKAIT: