Menurut Pelaksana Harian Dirjen Bina Pemerintahan Desa (Pemdes) Kemendagri, La Ode Ahmad Balombo, dalam konteks ini penting menggunakan tindakan preemtif dan promotif di setiap jenjang pelaksanaan P3PD, sebelum masuk pada proses litigasi maupun non litigasi.
"Jadi, deteksi dulu apa yang akan terjadi. Pada perencanaan potensinya apa, lalu pada pelaksanaan, pertanggungjawaban, out put, out come, jadi tidak langsung bicara pada delik. Kita gali dulu potensi-potensi deviasi di dalamnya," katanya, pada penutupan Rapat Konsolidasi Pendampingan Permasalahan Hukum dalam Pelaksanaan Program P3PD, di Yogyakarta, beberapa waktu lalu.
Dengan menggali potensi-potensi deviasi di dalam setiap jenjang pelaksanaan itu, sambung La Ode, Ditjen Bina Pemdes akan dapat memprediksi jenis-jenis pengaduan dari masyarakat.
"Dengan begitu kita akan tahu, resepnya apa, obatnya apa, apakah obat generik, apakah obat paten, atau lainnya," urainya.
Sementara itu, Kabag Perencanaan Bina Pemdes, Simon Makarios Aruan, menambahkan, dalam upaya pemerataan pembangunan, pemerintah pusat telah mengalokasikan dana desa sejak 2015-2023, nilainya sekitar Rp538,65 triliun.
Hal itu menuntut kesiapan aparatur pemerintah dan kelembagaan desa untuk mengelola dengan baik, cermat, tertib dan dapat dipertanggungjawabkan.
Sayangnya, pada kenyataannya, masih banyak desa kurang memiliki kemampuan mengelola dan memanfaatkan secara optimal, dalam bentuk belanja desa.
"Di beberapa desa bahkan menimbulkan permasalahan hukum, baik yang melibatkan aparat desa, aparat pemerintah sebagai pembina Desa, maupun kalangan masyarakat," Simon mengingatkan.
BERITA TERKAIT: