Setelah sempat disentil Wakil Ketua DPRD Sumsel, Giri Ramanda N Kiemas, kini atensi diberikan aktivis anti korupsi, Deputi K-MAKI Sumsel, Feri Kurniawan.
Feri menyayangkan penanganan perkara yang terkesan lamban. Padahal sudah dilaporkan sejak 2021 silam ke aparat hukum. Ia pun khawatir proses ini akan menjadi preseden buruk bagi institusi Polri jika tak kunjung tuntas.
"Polda Sumsel tidak sendirian, apalagi banyak aktivis yang mendukung dan semua bukti pelanggaran RMKE ini juga sudah dijabarkan detail oleh media," kata Feri Kurniawan dikutip dari
Kantor Berita RMOLSumsel pada Senin (6/11).
Mengulas sudut pandangnya dalam kasus RMKE, Feri menyayangkan para pejabat dan wakil rakyat kini terkesan diam. Padahal sebelumnya, mereka frontal terhadap pelanggaran lingkungan yang diduga dilakukan RMKE.
"Sekarang kita tidak tahu mereka ke mana. Justru sosok wakil rakyat yang selama ini diam, malah semakin lantang. Ke mana mereka yang selama ini vokal? Semakin ke sini seharusnya semakin keras, jangan buat masyarakat ini curiga," sindir Feri.
Hal ini bukan tanpa alasan, Feri sebelumnya juga telah mengungkapkan bahwa kasus dugaan pelanggaran lingkungan oleh RMKE berpotensi menimbulkan konflik kepentingan antara perusahaan pelanggar, pejabat atau regulator, dan aparat penegak hukum.
Sebagai catatan, pada 2022, RMKE mendapat Rp 2,7 triliun. Sementara dalam rilis terbaru, tahun 2023 RMKE menargetkan pendapatan usaha sebesar Rp 3,2 triliun, meski di tengah polemik sanksi dan ancaman pidana lingkungan yang mengakibatkan perusahaan ini sudah lebih dari satu bulan tidak beroperasi.
"Hebat sekali bukan? Jadi, kalau diibaratkan gula, apa yang patut diduga sudah diberikan RMKE kepada mereka yang seharusnya berada di garis depan untuk lingkungan dan masyarakat Sumsel ini merupakan gula yang sangat manis, sampai semua bungkam," jelas Feri.
Terkait permasalahan lingkungan yang diduga disebabkan oleh aktivitas RMKE ini, Komisi IV DPRD Sumsel sudah menggelar rapat dengar pendapat. Dalam rapat tersebut, Askweni dari Fraksi PKS mengungkapkan kasus tersebut sebenarnya sudah dimulai sejak tahun 2014 hingga 2020.
"Tahun 2021 lalu ada laporan ke Polda Sumsel baru ada pembicaraan, kemudian RMK ini juga masuk dalam 29 perusahaan dengan proper merah,” kata Askweni.
Anggota Komisi IV lainnya, Andi Dinialdie dari Fraksi Golkar mengungkapkan, permasalahan ini sudah berlarut dan tidak terselesaikan. Bahkan tidak hanya di Palembang, melainkan di wilayah Kabupaten Muara Enim juga terjadi.
“Perusahaan ini tidak ada iktikad baik, maka harus ditutup selama-lamanya, sebelum lingkungan diperbaiki,” tegas dia.
Polemik RMKE lantas bergulir, sampai akhirnya Ketua DPRD Sumsel, Anita Noeringhati menjadi yang paling vokal dalam menyuarakan pelanggaran lingkungan RMKE. Wanita yang berjuluk Singa Betina Parlemen ini, bahkan menjadi yang terdepan mendorong sanksi pemberatan bagi perusahaan tersebut.
BERITA TERKAIT: