Koordinator Lapangan, Ansori mengatakan, pihaknya meminta keadilan agar masalah sengketa ini dapat diselesaikan secara tuntas dan penuh penegakan hukum, karena tanah tersebut adalah milik keluarga ahli waris almarhum Kgs Nanung.
"Kami terus berupaya karena tanah ini memang milik keluarga ahli waris Kgs Nanung," ujar Ansori, dikutip
Kantor Berita RMOLSumsel, Senin (28/8).
Berdasarkan bukti yang dimiliki, didapati informasi bahwa pada 2017 Lembaga Hasil (LH) telah membuat sporadik yang digunakan sebagai dasar untuk penerbitan sertifikat tanah dengan batas tanah mentah di sebelah utara, barat, dan selatan yang berbatasan dengan tanah mentah, serta di sebelah timur berbatasan dengan jalan umum.
"Sementara tanah milik klien kami ini telah menggunakan batas yang jelas dalam suratnya, dengan batas sebelah utara berbatasan dengan jalan raya. Perbedaan dalam surat tersebut jelas terlihat. Ini menunjukkan upaya mereka untuk menerbitkan duplikat surat permohonan hak di atas tanah menjadi sertifikat hak milik baru, bukan hanya duplikat," jelas Ansori.
Sementara itu, ahli waris Kgs Nanung, Kgs Ahmad Hayat menyatakan, pihaknya telah mengirim surat kepada Satuan Tugas Mafia Tanah di Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN di Jakarta, termasuk kepada Presiden dan pihak terkait lainnya.
Mereka menerima jawaban dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN yang menunjuk Direktur Pencegahan dan Penanganan Konflik Pertanahan untuk menyelesaikan sengketa ini.
"Salah satu poin dalam surat tersebut menginstruksikan BPN kota Palembang untuk melakukan upaya penanganan dan penyelesaian berdasarkan peraturan Menteri Agraria dan seterusnya. Namun, hingga saat ini kami belum pernah dipanggil oleh BPN kota Palembang," jelasnya.
BERITA TERKAIT: