Kedatangan mereka untuk memperingati ibadah Imlek di salah satu kelenteng tertua di Jember itu. Mereka mengenakan busana bernuansa merah dan sebagian berwarna kuning untuk melakukan ritual keagamaan.
"Yang mengenakan busana kuning itu adalah petugas dari kelenteng," ujar Plt Ketua Tempat Ibadah Tri Darma, Pay Lien San, Jap Swie Liong atau Hery Nofem Stadiono, diwartakan
Kantor Berita RMOLJatim, Senin (23/1).
Dijelaskan Heri, Tahun Baru Imlek yang bertepatan dengan 2023 Masehi adalah tahun kelinci dengan unsur air. Tahun ini hampir sama dengan tahun lalu, yakni tahun macan yang juga dengan unsur air.
Menurut Heri, tahun macan merupakan simbol gagah berani dan pantang menyerah.
"Hal ini bermakna pada tahun lalu, manusia menghadapi tantangan hebat dan seperti karakter macan yang selalu berusaha mendapatkan apa yang diinginkan," tutur pria 66 tahun ini.
Sedangkan kelinci merupakan simbol hewan yang selalu mencari aman, berhati-hati dan sembunyi jika ada musuh karena termasuk hewan yang lemah. Sehingga pada tahun kelinci kali ini, umat Tri Dharma berdoa agar ujian yang pernah terjadi di tahun sebelumnya, tidak lagi berlangsung lebih parah.
"Kalau kemarin berani, tahun sekarang waspada. Seperti kelinci kalau cari makan selalu tengok kanan tengok kiri," terangnya.
Dia menjelaskan, kelenteng Pay Lien San sendiri termasuk salah satu kelenteng tertua di Jember yang diperkirakan berdiri sejak sebelum Indonesia merdeka. Namun di masa Orde Baru, kelenteng ini membatasi aktivitas karena mematuhi kebijakan pemerintah.
"Saya baru berusia 6 tahun. Saat itu, tulisan-tulisan Cina harus diturunkan. Agar bisa tetap beraktivitas, kelenteng ini dari yang semula untuk tempat ibadah Konghucu berubah menjadi Tri Dharma dengan Buddha yang kita tonjolkan," jelas Hery.
Hery sendiri sebenarnya merupakan pemeluk Konghucu. Namun karena masuk sini, dia menyesuaikan diri untuk menghormati pemeluk Budha dan Taoisme, sehingga menjadi Tri Dharma.
"Baru setelah reformasi dan Gus Dur menjadi presiden, tempat ibadah Tri Dharma Pay Lien San Jember ini kembali aktif dan bisa beribadah bebas hingga saat ini. Presiden Gus Dur memberi kami kekuatan untuk bisa berekspresi," kenang Hery.
Meski demikian, umat Tri Darma tetap menjunjung tinggi toleransi sehingga dalam beribadah tidak sampai mengganggu warga sekitar.
BERITA TERKAIT: