Ketiganya disinyalir telah menghambat program air bersih yang akan dilakukan masyarakat Rowo Rejo dan Pulau Merah. Kualitas air di dua wilayah itu memang kurang layak, sumur warga banyak yang airnya keruh, asin, dan lainnya.
"Camat, Kades, dan Kadus terkesan mendukung sekelompok warga yang menolak program air bersih. Padahal, warga yang menolak itu bukan warga Rowo Rejo ataupun Pulau Merah. Akibatnya, sampai saat ini warga Rowo Rejo dan Pulau Merah belum bisa melaksanakan program air bersih," ujar Koordinator Aliansi Banyuwangi Cekatan (ABC), Zamroni, dikutip
Kantor Berita RMOLJatim, Senin (25/10).
Padahal, bila mengacu Pasal 33 Ayat 3 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, Zamroni menegaskan, bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Serta ketersediaan air bersih merupakan hak warga negara sekaligus seperti yang diamanatkan dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM.
Dalam program air bersih Rowo Rejo-Pulau Merah, lanjut Zamroni, disinyalir terdapat upaya adu domba masyarakat. Mengingat Kades Sumberagung, Vivin Agustin, Kadus Pancer, Fitriyati, dan sejumlah Ketua RT dan RW, telah membubuhkan tanda tangan persetujuan. Namun ketika persiapan program air bersih telah matang dan dilaksanakan tiba-tiba terjadi aksi penolakan.
Aksi penolakan tersebut diketahui dilakukan oleh warga di luar wilayah Rowo Rejo ataupun Pulau Merah. Yaitu dilakukan oleh warga lingkungan Pancer, yang disinyalir dikomando oleh Kadus Pancer. Serta dalam kawalan ZA, warga Desa Ringintelu, Kecamatan Bangorejo.
"Kami harap kepolisian tidak memandang remeh polemik program air bersih Pulau Merah ini. Apalagi kelompok warga yang menolak itu bukan warga lingkungan yang ketempatan program air bersih. Dan dari gelagat yang muncul, dugaan pelanggaran HAM yang terjadi juga ada indikasi adu domba masyarakat," imbuh salah satu massa ABC, Halili Abdul Ghany.
Selama di Polresta Banyuwangi, puluhan massa gabungan MPC Pemuda Pancasila, LSM Perintis, LSM Banyuwangi Corruption Watch untuk Transparansi (BCWT), dan Pembela Adat dan Budaya Banyuwangi (Balawangi), juga menyampaikan ikrar dukungan kepada kepolisian untuk segera mengungkap kasus yang dilaporkan Subur Rianto, warga Dusun Krajan, Desa Pesanggaran, Kecamatan Pesanggaran. Yakni terkait sejumlah kasus dugaan penyalahgunaan wewenang dan jabatan serta indikasi tindak pidana korupsi yang dilakukan Camat Sugiyo Darmawan.
Meliputi program rumah isolasi mandiri di Kecamatan Pesanggaran. Dugaan persekongkolan dan memperkaya diri dalam pelaksanaan program Rantang Kasih di Kecamatan Pesanggaran dan anggaran operasional ambulans CSR PT BSI.
Usai dari Polresta, massa bergeser ke Kantor Bupati Banyuwangi. Melalui surat mereka meminta Bupati Ipuk Fiestiandani untuk memberi sanksi tegas hingga pencopotan jabatan terhadap Camat Pesanggaran, Sugiyo Darmawan dan Kades Sumberagung, Vivin Agustin. Sebab, keduanya diduga telah melanggar sumpah jabatan. Lantaran disinyalir telah menghalang-halangi keinginan masyarakat Rowo Rejo dan Pulau Merah untuk memiliki saluran air bersih.
"Dalam sumpah jabatan, Camat dan Kades kan berjanji akan taat dan patuh terhadap UUD 45. Menghalang-halangi program air bersih itu kan sama saja dengan melanggar UUD 45. Maka menurut kami, pejabat atau ASN yang menabrak UUD 45 berarti telah melanggar sumpah jabatan dan bisa dijatuhi sanksi pemecatan," beber Halili.
Tak puas di situ, Aliansi Banyuwangi Cekatan melanjutkan upaya mereka ke Kantor DPRD Banyuwangi. Mereka mengirimkan surat permohonan hearing dengan tema dugaan penyalahgunaan wewenang dan jabatan serta indikasi tindak pidana korupsi yang dilakukan Camat Pesanggaran serta Kades Sumberagung yang diduga melanggar sumpah jabatan.
Tak ketinggalan, ABC juga ke Kantor Inspektorat Banyuwangi. Ditemui Kabag Umum, Nunuk, mereka mengadukan Camat Pesanggaran, Sugiyo Darmawan terkait kasus dugaan penyalahgunaan wewenang dan jabatan serta indikasi tindak pidana korupsi dalam program Rantang Kasih di Kecamatan Pesanggaran.
Dugaan kasus ini, pada 8 September 2021, juga telah dilaporkan ke Polresta Banyuwangi, oleh Subur Rianto. Kepada Inspektorat, para aktivis pun mengadukan Camat Pesanggaran, Sugiyo Darmawan dan Kades Sumberagung, Vivin Agustin, atas dugaan pelanggaran HAM dalam pelaksanaan program air bersih di Rowo Rejo dan Pulau Merah.
"Kami minta Inspektorat bisa segera menindaklanjuti pengaduan kami. Sebagai wujud komitmen menciptakan aparatur pemerintahan yang disiplin, taat hukum dan bersih dari korupsi," kata Halili.
Seperti diketahui, kualitas air di lingkungan Rowo Rejo dan Pulau Merah, Dusun Pancer, Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, sumur warga banyak yang keruh, rasanya asin dan lainnya. Demi mendapatkan air bersih, masyarakat setempat membentuk HIPAM Suko Tirto.
Setelah itu HIPAM Suko Tirto berkoordinasi dengan PT BSI. Melihat tingginya manfaat air bersih untuk warga lingkungan Rowo Rejo dan Pulau Merah, PT BSI akhirnya bersedia menanggung seluruh biaya pembuatan sumur bor hingga pembuatan saluran pipa hingga ke rumah masing-masing warga.
Prosedur administrasi, HIPAM Suko Tirto juga meminta tanda tangan persetujuan dari Kades Sumberagung, Kadus Pancer, Fitriyati serta sejumlah Ketua RT dan RW. Namun saat pelaksanaan pembuatan sumur bor siap, tiba-tiba muncul penolakan.
Aksi penolakan itu diduga dikomando oleh Kadus Pancer, Fitriyati, yang sebelumnya telah ikut bertanda tangan. Camat Pesanggaran dan Kades Sumberagung pun terkesan lebih berpihak pada kelompok penolak program air bersih yang notabene bukan warga Rowo Rejo maupun Pulau Merah. Meski bukan masyarakat penerima manfaat, kelompok tolak program air bersih difasilitasi, sehingga menimbulkan polemik.
Sementara masyarakat Rowo Rejo dan Pulau Merah yang sudah menanti realisasi program air bersih, justru kurang mendapat perhatian. Setiap kali dilakukan mediasi, mereka jarang diberi kesempatan berbicara.
Alasan penolakan program air bersih Rowo Rejo-Pulau Merah dianggap sangat tidak masuk akal. Karena program air bersih dikaitkan dengan gerakan tolak tambang emas PT BSI.
"Masyarakat sangat berharap program air bersih Rowo Rejo-Pulau Merah bisa segera terealisasi. Silahkan jika mau melakukan aksi tolak tambang, tapi jangan ganggu program air bersih, ini untuk kepentingan masyarakat banyak," kata Ketua HIPAM Suko Tirto, Faishol Farid.
Kepada awak media Kadus Pancer, Fitriyati, mengaku bahwa selaku kepala dusun apa yang dilakukan itu sesuai perintah Kades Sumberagung. Sementara Kades Vivin menyampaikan, saat terjadi aksi penolakan meminta Kadus Fitri datang ke lokasi pembuatan sumur bor di Rowo Rejo. Intruksinya untuk mengkondusifkan masyarakat. Namun, Vivin mengaku tidak tahu apa yang dilakukan Fitri saat di lapangan.
BERITA TERKAIT: