Aksi dukungan itu diapresiasikan melalui banner yang bertuliskan "Paguyuban Sentra Wisata Kuliner Kota Surabaya Mendukung PPKM Darurat Demi Menyelamatkan Jiwa Manusia', yang dibentangkan di area SWK Deles, Jalan Arief Rahman Hakim Surabaya, Sabtu (24/7).
Ketua SWK Deles, Eko Busono mengatakan, saat penarapan PPKM Darurat kondisinya sangat kacau. Saat itu pedagang hanya mampu buka tiga hari saja. Selebihnya mereka memilih tutup.
Pelarangan makan di tempat dianggap menjadi penyebab. Padahal pangsa pasar konsumen mereka rata-rata adalah yang makan di tempat.
"Pedagang memilih libur saja waktu itu," kata Eko, dikutip
Kantor Berita RMOLJatim.
Pihaknya pun sempat waswas dengan kelanjutan kebijakan PPKM lanjutan ini. Namun ternyata pihaknya menilai kebijakan yang baru lebih ramah ke pedagang. Mereka diizinkan tetap buka dan pembeli boleh datang.
"Jadi tetap bisa buka dengan kapasitas 50 persen. Ini yang membuat kami sedikit lega. Hal ini yang membuat kami mendukung pelaksanaan PPKM Level ini. Pedagang tetap diberikan ruang untuk bisa bertahan," terang Eko.
Dia mengatakan pedagang SWK Deles yang jumlahnya 30 orang itu bukannya tidak mengakui Covid-19. Dia menegaskan Covid-19 ada. Karena itu dia menjamin pelaksanaan prokes di SWK benar-benar di jalankan.
"Akhirnya kami bersama teman-teman SWK lain mendukung PPKM ini. Dan berterimakasih karena ada kelonggaran yang diberikan. Kami masih bisa bernapas. Kami berkomitmen akan menjaga prokes dan semua pedagang divaksin," ucapnya.
Hal senada diungkapkan Koordinator Pedagang SWK, Siwalankerto Harno. Dia mengatakan apa yang dilakukan dirinya bersama pedagang lain bukan sekadar untuk kepentingan kelompok pedagang SWK Surabaya saja. Namun membawa nasib semua pedagang di Surabaya. Termasuk warung kopi.
"Kami berharap ada kelonggaran yang diberikan. Melihat kondisi di lapangan memang sangat susah. Karena itu kami tergugah dan ingin menyuarakannya," ucap Harno.
Di SWK Siwalankerto sendiri saat ini kondisinya masih tutup. Bahkan hampir 1,5 tahun lamanya. Lingkungan kampus yang ramai biasanya menjadi sumber pemasukan pedagang.
"Namun sekarang berbeda, tidak ada aktivitas di kampus. Praktis kami banyak kehilangan pelanggan. Karena terus merugi akhirnya memilih berhenti dulu," tandasnya.
BERITA TERKAIT: