Kemenkeu Didesak Bayar Hak Tagih Pembangunan Gedung Mapolda Aceh Rp 32,7 Miliar

Minggu, 23 Desember 2018, 09:00 WIB
rmol news logo Kementerian Keuangan didesak untuk membayar hak tagih kepada PT Elva Primandiri terkait pembangunan gedung Mapolda Nanggroe Aceh Darusallan (NAD) sebesar Rp32,7 miliar.

Raditya Yosodiningrat selaku kuasa hukum PT Elva Primandiri mengatakan, pihaknya sudah mengajukan hak tagih pembangunan gedung Mapolda Aceh tahap II sejak 10 tahun lalu. Tapi sampai sekarang Kementerian Keuangan, dulu bernama Badan Rekonstruksi dan Rehablitasi NAD-Nias, belum juga membayar kewajibannya tersebut.

"Tagihan pembangunan Mapolda Aceh sudah berjalan sekitar 10 tahun, hingga kini pihak Kementerian Keuangan belum juga membayar kewajibannya kepada pihak kontraktor. Padahal gedung yang berdiri megah, sudah selesai dibangun pada tahun 2007," ujar Raditya kepada wartawan di Jakarta, Jumat (21/12).

Advokat dari kantor hukum Law Firm Henry Yosodingrat & Partners ini menuturkan, kliennya itu sudah berupaya menagih uang pembangunan gedung itu kepada pihak kementerian keuangan. Upaya ini sudah dilakukan beberapa kali dengan mendatangi langsung ke kantor yang dipimpin Sri Mulyani. Namun, usahanya itu tak berjalan mulus. Pihak Kementerian Keuangan yang diwakili biro hukum selalu memberikan jawaban tak memuaskan dan terkesan menghindar.

Tak hanya itu, Kementerian Keuangan juga dinilai tidak memiliki itikad baik lantaran tidak hadir memenuhi panggilan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur.

Sedianya, Kamis (20/12) kemarin, Menteri Keuangan diminta datang ke PN Jaktim untuk pertemuan aanmaning (teguran) terkait hak tagih pembayaran proyek pembangunan Mapolda Aceh. Panggilan tersebut sudah ketiga kalinya, tapi lagi-lagi kementerian yang dipimpin Sri Mulyani itu tak memenuhi panggilan tersebut.

Dampak dari penundaan pembayaran itu, ujar Raditya, membuat para suplier, dan pihak perbankan yang ikut membiayai pembangunan Mapolda NAD terus menagih utangnya. Bahkan, kliennya sempat mendapat ancaman dan teror karena memiliki utang yang 10 tahun belum dibayarkan.

Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur dengan nomor perkara 582/Pdt.G/2011/PN. Jkt.Tim yang menghukum Kementerian Keuangan, dahulu bernama Satuan Kerja BRR NAD-Nias (tergugat I), dan Polri (tergugat II) secara tanggung renteng membayar hak tagih kepada PT Elva Primandiri sebesar Rp32.768.097.081.

Putusan ini kemudian diperkuat dengan terbitnya putusan Pengadilan Tinggi Jakarta nomor perkara 527/PDT/2013/PT.DKI. Tak sampai disitu, putusan itu juga kembali diperkuat dengan terbitnya putusan Kasasi Mahkamah Agung nomor 2483 K/PDT/2014. Selanjutnya, upaya hukum luar biasa atau Peninjauan Kembali (PK) yang diajukah oleh pihak tergugat bernomor perkara 601 PK/PDT/2017 kembali ditolak MA pada tanggal 19 Oktober 2017.

Namun putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht) hingga saat ini belum juga dijalankan oleh Kementerian Keuangan.

Raditya menilai, Kementerian Keuangan telah melecehkan hukum atas putusan pengadilan tersebut.

Selain dianggap lalai terhadap putusan pengadilan, Raditya juga menilai Menteri Keuangan tak taat terhadap Peraturan Menteri Keuangan RI nomor 80/PMK.01/2015 tentang Pelaksanaan Putusan Hukum.

Dalam Pasal 2 Permenkeu 80 Tahun 2015 yang mengatur, dalam rangka pelaksanaan putusan hukum yang ditujukan kepada Menteri Keuangan, penerima gak tagih dapat mengajukan permohonan kepada Menteri Keuangan untuk melaksanakan Putusan.

Sementara Pasal 3, putusan hukum yang dimaksud telah mempuyai kekuatan hukum tetap dan terdapat perintah untuk membayar sejumlah uang.[dem]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA