Nasib para nelayan di Teluk Jakarta imbas proyek reklamasi masih belum
jelas. Ketua Pengusaha Muda Indonesia Sam Aliano mendampingi perwakilan
nelayan untuk membahas persoalan nasib mereka dengan pihak Kemenenterian
Koordinator (Kemenko) Bidang Maritim, Rabu (14/11).
"Kami
meminta agar Kemenko Maritim melindungi dan memperhatikan nasib
nelayan. Mengingat pihak Kemenko Maritim selama ini kami anggap
mendukung proyek reklamasi," kata Sam di Gedung Kemenko Maritim.
Selama
ini, para nelayan tidak pernah diperdulikan pemerintah. Bahkan,
terkesan diabaikan dan tidak mendapat perhatian khusus. Padahal, mereka
warga asli Jakarta yang kehilangan nafkah demi kepentingan Reklamasi.
Sementara
itu, papar Sam, ada kasus serupa, saat pemerintah DKI menutup tempat
hiburan Alexis di Jakarta Utara, beberapa waktu lalu. Para pekerja
hiburan yang banyak mempekerjakan orang asing justru dibela dan mendapat
sorotan. Serta meminta Gubernur Jakarta Anies Baswedan untuk
bertanggungjawab karena mereka kehilangan lahan pekerjaan.
"Ada
pihak-phak yang peduli bagaimana nasib Pekerja Seks Komersial (PSK) asing dari Thailand, China
di Alexis. Bahkan ada pihak yang mempertanyakan kepada Anies
pertanggungjawaban untuk mencari pekerjaan kepada para PSK asing.
Seolah-olah PSK asing itu dianggap berlian. Sedangkan para pekerja
nelayan atau pekerja pabrik dianggap semut, tidak ada nilai," paparnya.
Hal
ini menjadi citra negatif dan berpotensi merusak masa depan anak
bangsa. Serta menggangu kenyamanan dan ketenangan bahkan membahayakan
masyarakat. Khususnya, dari penyakit narkoba dan HIV dari para PSK
alumni Alexis.
"Saya
bertanya harga diri kita sebagai bangsa dan negara? Sedangkan hal yang
baik kepada masyarakat dibiarkan justru diabaikan. Itu juga yang saya
pertanyakan kepada pihak Kemenko Maritim. Mereka harus perhatikan nasib
nelayan yang kena imbas proyek reklamasi," tutur Sam.
Apalagi,
kasus reklamasi juga terdapat kejanggalan. Tepatnya di masa akhir
kepemimpinan Gubernur DKI Djarot Saiful Hidayat. Pihak Kemenko Maritim
justru memberikan ijin dan sertifikat tanah pulau reklamasi senilai Rp
3,12 juta per meter persegi dalam waktu fantastis, satu hari.
"Itu
tidak masuk akal. Karena kita urus rumah kecil untuk mendapat perizinan
dan sertifikat saja susah. Butuh waktu berbulan-bulan. Jadi bagaimana
caranya tanah seluas itu bisa mendapat izin dalam waktu singkat?
Artinya, memang ada phak yang ingin menggagalkan program Anies sesuai
anjinya kepada rakyat," pungkas Sam.[san]
BERITA TERKAIT: