Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengatakan, pembangunan itu semata mengejar ketertinggalan Indonesia dibandingkan negara lain. Infrastruktur menjadi pondasi untuk meningkatkan daya saing bangsa. Persaingan bukan antara negara besar dengan negara kecil, namun antara negara yang cepat.
Persentase anggaran infrastruktur terhadap belanja negara terus meningkat dalam tiga tahun terakhir yakni sebesar 14,2 persen pada tahun 2015, kemudian naik menjadi 15,2 persen tahun 2016 dan 18,6 persen pada 2017. Peningkatan bertujuan meningkatkan produktivitas melalui penyerapan tenaga kerja langsung dan tidak langsung, mendorong konsumsi karena peredaran uang di masyarakat, mendukung stabilitas makro ekonomi dan meningkatkan kemakmuran.
"Pembangunan infrastruktur dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional. Dengan infrastruktur yang memadai maka investasi bisa masuk ke Indonesia," katanya saat menjadi pembicara di acara Indonesia Leaders Forum yang digelar di Dusun Tanjungan Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Jumat (27/10).
Kebutuhan pendanaan infrastruktur 2015-2019 diperkirakan mencapai Rp 5.519 triliun. Sementara dalam 3 tahun terakhir sejak 2015-2019, total anggaran yang telah diterima Kementerian PUPR baru sebesar Rp 322,9 triliun. Dengan keterbatasan anggaran untuk membiayai investasi infrastruktur, Pemerintah mendorong sumber-sumber pembiayaan di luar APBN.
Infrastruktur strategis yang layak secara ekonomi dan finansial, pendanaannya dibuka seluas-luasnya kepada swasta atau badan usaha seperti jalan tol.
"Sebagai gambaran porsi APBN untuk pembangunan jalan tol hanya berkisar 10 persen saja," ujar Basuki.
Bila tingkat kelayakan finansialnya rendah, dukungan dana APBN diperlukan sebagai pengungkit dalam skema kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU). Bila swasta atau badan usaha tidak berminat, Pemerintah dapat memberikan penugasan kepada BUMN, contohnya PT. Hutama membangun ruas tol Trans Sumatera.
Terakhir, apabila infrastruktur tidak diminati dibiayai swasta atau badan usaha akan dikerjakan melalui APBN seperti pembangunan jalan perbatasan, jalan Trans Papua, Trans Kalimantan untuk mengurangi ketimpangan antar wilayah.
Alternatif pendanaan lainnya, telah dilakukan oleh Kementerian BUMN dengan melakukan sekuritisasi aset, contohnya PT. Jasa Marga untuk mendapatkan suntikan dana segar yang akan digunakan membangun jalan tol baru lainnya. Selain itu melalui penawaran saham perdana terhadap empat BUMN infrastruktur, dana juga dapat dimanfaatkan untuk diinvestasikan pada proyek infrastruktur.
Dalam rangka mengembangkan kontraktor menengah dan lokal, Kementerian PUPR telah menetapkan batasan bagi BUMN untuk tidak mengerjakan proyek dengan nilai di bawah Rp 50 miliar sebagaimana tertuang dalam Permen PUPR Nomor 07 / PRT/M/2014. Sementara proyek dengan nilai antara Rp 50 miliar - Rp 100 miliar, dari total 152 paket pekerjaan tahun 2017, sebanyak 140 paket senilai Rp 7,87 triliun dikerjakan swasta, sedangkan sisanya 12 paket senilai Rp 863 miliar dikerjakan oleh BUMN Karya.
Untuk paket pembangunan infrastruktur PUPR diatas Rp 100 miliar sebanyak 66 paket, dikerjakan oleh BUMN sebanyak 42 paket senilai Rp 9 triliun atau 64 persen. Kontraktor swasta mengerjakan 24 paket dengan nilai proyek Rp 3,8 triliun atau 36 persen.
Di samping itu, untuk mendorong kontraktor swasta nasional dan lokal untuk terus berkembang dan mampu memiliki daya saing yang lebih tinggi, Kementerian PUPR melarang sesama BUMN untuk menggunakan skema Kerja Sama Operasional (KSO). BUMN diharuskan bermitra dengan perusahaan kontraktor swasta dalam mengerjakan proyek infrastruktur di Kementerian PUPR.
[wah/***]
BERITA TERKAIT: