Cara itu adalah dengan menginstruksikan panitia kurban untuk mengantarkan daging kurban secara
door to door kepada setiap penerima di wilayahnya masing-masing.
"Panitia kurban, yang didalamnya ada RT dan RW lebih tahu mana yang berhak menerima daging kurban. Jadi jangan sampai ada antrian yang nantinya malah menimbulkan kericuhan," ujar Kang Dedi, dalam seminar daging kurban dan kesehatan manusia, di Bale Janaka, Purwakarta, Jawa Barat, Rabu (30/8).
Selain itu, Ketua DPD Golkar Jabar itu juga membeberkan filosofi kurban dalam tradisi Sunda berkaitan dengan tingkatan kehidupan masyarakat secara ekonomi.
"Pada praktiknya, ada yang disebut dengan 'salametan' berbagai momen denga memotong hewan ternak, mulai dari ayam, domba sampai sapi. Setelah dimasak, ditambah nasi dan sayur, biasanya daging diantarkan menggunaka 'baki' kepada tetangga di lingkungan sekitar," tuturnya.
Menurutnya, mengantar menggunakan 'baki' adalah simbol penghormatan terhadap penerima akan sesuatu yang diantarkan.
"Bendera pusaka diberikan kepada inspektur upacara menggunakan baki, menyuguhi tamu minum dengan baki, nganter makanan yang syukuran di kampung selalu menggunakan baki," ungkapnya.
"Ini juga menjadi simbol penghormatan kepada para penerima daging kurban," katanya seperti diberitakan
RMOLJabar.
[ian]
BERITA TERKAIT: