"Biaya untuk membeli sumber mata air itu bervariasi, tergantung dari luas lahannya dan nilai tanahnya. Tetapi, telah dihitung biayanya antara Rp 50 juta sampai Rp 2 miliar per titiknya," ujar Kang Dedi pada Rapat Paripurna Pembahasan Raperda APBD Perubahan 2017 di Gedung DPRD Purwakarta, Selasa (22/8).
Menurutnya, langkah itu harus dilakukan karena banyaknya mata air yang semula milik masyarakat, namun kini dikuasai perusahaan-perusahaan air minum dalam kemasan. Terutama mata air di daerah pegunungan, seperti Pasawahan, Pondok Salam, Wanayasa dan Bojong.
"Jika dibiarkan, bisa jadi semua sumber mata air masyarakat berpindahtangan kepada pemilik modal buat kepentingan bisnis," kata Dedi memberikan alasan.
Padahal, sumber mata air, menjadi sumber kehidupan buat warga yang ada di sekelilingnya. Jika sumber mata air tersebut sudah dikuasai para pemilik modal, maka masyarakat ke depan tidak akan lagi kebagian jatah air bersih yang diberikan oleh alam.
"Terutama pada saat kemarau panjang. Ini kan bahaya," pungkas calon gubernur Jawa Barat dari Partai Golkar itu seperti diberitakan
RMOLJabar.
[ian]
BERITA TERKAIT: