3 Cara Mencegah Karhutla Versi Akademisi

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Kamis, 03 Agustus 2017, 15:54 WIB
3 Cara Mencegah Karhutla Versi Akademisi
Ilustrasi/Net
rmol news logo Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Provinsi Riau kembali terjadi karena masih kurangnya kesadaran masyarakat akan bahaya dan larangan membakar lahan.

"Kalau kita lihat sekarang yang terbakar itu di lahan masyarakat, skalanya kecil. Itu lebih karena kurangnya kesadaran saja. Tapi sudah jauh berkurang dari tahun-tahun sebelumnya kan," ujar Dr. Djaimi Backe dari Pusat Penelitian Perkebunan Gambut dan Pedesaan Universitas Riau.

Menurut Djaimi, ada beberapa cara efektif menangani karhutla khususnya di Riau. Cara pertama, dengan melibatkan masyarakat, dan harus dimulai dari desa.

"Jadi masyarakat sendiri yang jadi satgasnya," kata Djaimi.

Pusat Penelitian Perkebunan Gambut dan Pedesaan Universitas Riau bekerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tahun lalu mulai membuat program percontohan masyarakat peduli api. Salah satu desa binaannya terdapat di Kabupaten Siak.

Mereka mengumpulkan masyarakat yang wilayahnya ditandai sebagai sentra rawan kebakaran. Kemudian masyarakat tersebut dibagi dalam kelompok-kelompok dan diminta untuk membuat perencanaan pemanfaatan lahan gambut untuk ekonomi. Di dalamnya juga ada satgas pengendalian karhutla.

"Mereka yang buat apa kebutuhannya, mereka juga yang mengeksekusi pelaksanaannya. Ya Alhamdulillah  akhirnya  tidak ada masyarakat di situ yang bakar lahan, artinya pencegahannya berhasil kok," kata Djaimi.

Karena dianggap efektif, Djaimi berharap pemerintah baik pusat maupun daerah mampu memperbanyak dan memperluas program ini.

Cara kedua adalah penegakan hukum secara tegas.  Masyarakat yang membakar hutan kerap menganggap tindakannya dibolehkan UU 32/2009. Dalam UU tersebut masyarakat boleh membakar lahan sebagai wujud kearifan lokal, maksimal dua hektar per Kepala Keluarga. Regulasi tersebut sering disalahartikan oleh masyarakat.

Djaimi menjelaskan di Riau, dulu memang ada kearifan lokal membuka lahan dengan cara dibakar, yang disebut budaya Merun. "Itu ada tata caranya sendiri, yang tidak sampai menimbulkan kebakaran luas, hanya areal lahan yang akan dibuka saja yang dibakar," jelasnya.

Cara berikutnya dengan mengembangkan sumber mata pencaharian atau pendapatan baru bagi masyarakat yang tinggal di sekitar lahan gambut. Misalnya ,pemerintah bisa memberikan pelatihan pemanfaatan lahan gambut  tanpa harus membakar lahan.

Djaimi mencontohkan, lahan gambut ditanami nanas, bunga rosella atau lidah buaya. Selain itu pemerintah bisa memberikan pelatihan membuat produk dari nanas, seperti dodol atau selai, setelah itu harus dicarikan pasarnya.

"Kalau orang ekonominya cukup, tidak mungkin mereka mau diupah untuk membakar lahan dengan resiko dihukum," ujar Djaimi.[wid]


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA