Duh, Kualitas Udara Jabodetabek Buruk

Selasa, 01 Agustus 2017, 09:43 WIB
Duh, Kualitas Udara Jabodetabek Buruk
Foto/Net
rmol news logo Pemantauan yang dilaku­kan oleh Greenpeace Indonesia sejak Januari hingga Juni 2017 di 21 lokasi mengungkap, kuali­tas udara di Jabodetabek telah memasuki level tidak sehat seba­gaimana standar yang tetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO).

Kondisi ini jelas akan berdampak pada kesehatan masyarakat, khususnya mereka yang berak­tivitas di luar rumah.

Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, Bondan Andriyanu mengatakan, dalam pemantauan di wilayah Jakarta Pusat, udara dengan kuali­tas yang baik hanya kurang dari 20 hari selama semester pertama.

Kondisi serupa juga terjadi di wilayah Jakarta Selatan. Hal ini merupakan pertanda buruk bagi penduduk Jakarta, serta masyarakat luar Jakarta yang ban­yak beraktivitas di Ibu Kota.

"Konsentrasi polutan PM2,5 yang tinggi sangat berbahaya bagi masyarakat khususnya kelompok sensitif, seperti anak-anak, ibu hamil, dan kelompok lanjut usia," katanya di Jakarta, kemarin.

Dengan menggabungkan anal­isis risiko dari Global Burden of Disease Project yang dilak­sanakan The Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) dan tingkat Particulate Matter (PM) 2.5 tahunan, pihaknya dapat menghitung meningkatnya resiko kematian karena penyakit tertentu pada berbagai tingkat PM2.5 tahunan.

Salah satu hasil perhitungan adalah risiko kematian akibat penyakit stroke di 21 lokasi pemantauan meningkat dua kali lebih tinggi akibat tingginya konsentrasi PM2.5. "Keberadaan perangkat pemantauan udara khususnya yang bisa memantau konsentrasi PM2,5 sangat pent­ing. Dengan mengetahui data polutan tersebut adalah langkah awal dari berbagai hal," ujar Bondan.

Pihaknya menghimbau, masyarakat dapat mengetahui kon­disi udara terkini dan melakukan langkah preventif seperti meng­gunakan masker yang tepat, atau bahkan mengurangi aktivitas di tempat yang memiliki kadar PM2,5 yang tinggi. Selain itu, pemerintah daerah perlu untuk merancang kebijakan untuk mencegah kondisi udara lebih buruk lagi.

Greenpeace melihat peman­tauan kualitas udara di wilayah Jakarta yang dilakukan oleh Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) DKI Jakarta saat ini belum memadai. Hanya terdapat lima lokasi pe­mantauan dengan dengan data kualitas udara yang belum real-time, bahkan belum mencantu­mkan konsentrasi PM2,5. "Maka itu, Pemerintah Daerah DKI Jakarta dan pemerintah daerah lainnya perlu melakukan peman­tauan PM2,5." imbuhnya.

Bondan menambahkan, pe­merintah harus memberikan in­formasi dan pendidikan mengenai bahaya kesehatan polusi udara kepada masyarakat dan melakukan koordinasi lintas lembaga untuk mencapai kuali­tas udara yang layak.

Pihaknya mendorong pemer­intah pusat untuk menyusun dan melaksanakan strategi dengan target dan pentahapan yang jelas untuk memperbaiki kualitas udara, serta meningkatkan stan­dar kualitas udara.

Sementara itu, menanggapi laporan Greenpeace Indonesia soal buruknya kualitas udara di Jakarta, Sekretaris Daerah Provinsi DKI Jakarta Saefullah mengatakan, Pemprov DKI Jakarta punya parameter yang berbeda terkait ukuran kualitas udara. Menurutnya, Pemprov DKI Jakarta menggunakan ang­ka PM (Particulate Matter) 10, sementara Greenpeace Indonesia menggunakan angka PM 2.5.

"Ya, kita percaya sama alat kita dulu. Kan kita sudah pasang PM yang 10 ya,"  katanya. Saefullah menyebutkan, tahun ini Jakarta Selatan dan Jakarta Pusat mendapat penghargaan Adipura. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA