Awas, Isu Reklamasi Dipolitisir Turunkan Pamor Jokowi

Selasa, 30 Mei 2017, 10:00 WIB
Awas, Isu Reklamasi Dipolitisir Turunkan Pamor Jokowi
Presiden Joko Widodo/Net
rmol news logo Isu penghentian reklamasi terus berlanjut pasca-rampung­nya pemilihan kepala daerah DKI Jakarta 2017. Isu ini dinilai akan menjadi komoditas politik menjelang pemilihan presiden (Pilpres) pada 2019 mendatang.

Direktur Eksekutif Voxpol Center, Pangi Syarwi Chaniago menyatakan, isu reklamasi saat ini sudah terbagi menjadi dua kubu. Pertama, kubu Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta terpilih, Anies Baswedan-Sandiaga Uno yang didukung Amien Rais dan Prabowo Subianto.

Kubu kedua adalah Menteri Koordinator Maritim, Luhut Binsar Pandjaitan, yang pro kepada pemerintah pusat di bawah Presiden Joko Widodo. "Isu ini digunakan untuk menurunkan pamor Presiden Joko Widodo jelang pilpres 2019 mendatang. Dua tahun itu merupakan waktu singkat, sehingga isu reklamasi sudah digunakan sejak sekarang ini," katanya.

Menurut Pangi, isu reklamasi cukup efektif dalam pertarun­gan Pilkada Jakarta lalu. Hal itu terbukti dengan merosotnya elektabilitas Ahok-Djarot, seh­ingga kalah dari Anies-Sandi. "Isu reklamasi cukup memiliki pengaruh sehingga terus ber­lanjut sampai sekarang ini," ucap Pangi.

Seperti diketahui, rencana penghentian reklamasi ken­cang dihembuskan kubu Anies-Sandi. Belakangan Amien Rais bahkan menantang Luhut untuk beradu data tentang manfaat dari pembangunan reklamasi. Jika tidak ada manfaatnya bagi warga Jakarta, terutama para nelayan di Teluk Jakarta, Amien mendesak pemerintah pusat untuk tidak melanjutkan proyek tersebut.

Namun, banyak kalangan menilai penghentian rekla­masi nantinya akan memun­culkan dampak negatif teru­tama terhadap iklim investasi properti di Jakarta. Prediksi ini semakin diperkuat dengan pernyataan anggota tim sink­ronisasi Anies-Sandi, Marco Kusumawidjaja, yang menyata­kan tidak akan membayar ganti rugi kepada para pengembang. Alasannya, pembangunan re­klamasi dinilai menyalahi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).

Data Badan Pusat Statistik DKI Jakarta menunjukkan, sektor properti (real estat dankonstruksi) setiap tahun menyumbang rata-rata 19% dari total Produk Domestik Regional Bruto. Angka ini merupakan nilai awal saat proyek dilakukan, sehingga be­lum memperhitungkan dampak ikutan (multiplier effect) dari proyek properti secara keseluruhan.

Ali Tranghanda, Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch menyatakan, langkah pe­merintah baru provinsi Jakarta yang menolak memberikan biaya ganti rugi merupakan suatu bentuk kejahatan. Sebab, pengembang sudah mengin­vestasikan dana besar hingga triliunan rupiah. Pembangunan pulau-pulau reklamasi juga telah memenuhi aturan yang dibuat pemerintah sendiri.

"Seharusnya biaya pemban­gunan yang sudah dikeluarkan pengembang bisa diganti. Ini menjadi sesuatu yang lucu ketika tanah reklamasi sudah dibangun, lalu nantinya diban­gun fasilitas publik oleh pe­merintah provinsi, itu namanya merampok pengembang," kata Ali.

Secara etika bisnis, menurut Ali, hal tersebut sangat tidak bagus. Padahal, pemerintah provinsi dan pengembang sal­ing membutuhkan satu sama lain. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA