PILKADA JAKARTA

Relawan Cinhok Adukan Ketua KPU DKI Ke DKPP

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ruslan-tambak-1'>RUSLAN TAMBAK</a>
LAPORAN: RUSLAN TAMBAK
  • Senin, 17 April 2017, 15:39 WIB
Relawan Cinhok Adukan Ketua KPU DKI Ke DKPP
Foto/Net
rmol news logo . Ketua KPU DKI Jakarta Sumarno kembali dilaporkan Relawan Cinta Ahok (Cinhok) ke Dewan Kehormatan Pengawas Pemilu (DKPP). Sumarno diduga melanggar kode etik dalam penyelengaraan debat Pilkada DKI Jakarta putaran kedua beberapa waktu lalu.

Hadirnya penanya yang mengatasnamakan komunitas masyarakat, tapi sejatinya mereka sudah diketahui berseberangan dengan Basuki-Djarot ketika masih menjabat, hal inipun mengindikasikan ketidaknetrelan Sumarno.

"Diberhentikan dari jabatan sebagai Ketua KPUD DKI adalah langkah tepat mengakhiri persoalan ketidaknertalan ini," kata Ketua Relawan Cinhok, Yuliana Zahara Mega kepada wartawan usai melaporkan ketua KPU DKI Sumarsono ke DKPP, Jakarta, Senin (17/4).

Secara detail Yuliana menjelaskan, adanya berbagai peristiwa dalam rangkaian penyelenggaraan debat Putaran Kedua yang secara nyata menunjukkan adanya indikasi ketidaknetralan KPU DKI sebagai penyelenggara acara tersebut.

Lebih lanjut, adanya upaya yang terencana untuk menyudutkan paslon nomor 2. Hal tersebut jelas bertentangan dengan Pasal 10 huruf a Peraturan Bersama Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilihan Umum, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum Nomor. 13/2012, Nomor. 11/2012, Nomor. 1/2012 tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum.

"Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum jelas menyatakan sebagai penyelenggara, KPU DKI Jakarta berkewajiban untuk bertindak netral dan tidak memihak salah satu pasangan calon," katanya.

Peristiwa dimaksud kata Yuliana, diawali, dengan inisiatif KPU DKI Jakarta yang menentukan keterlibatan perwakilan komunitas masyarakat dan tim panelis dalam debat Putaran Kedua. Keterlibatan pihak lain dalam debat Putaran Kedua tentunya dapat berdampak baik sepanjang KPU DKI Jakarta tetap bertindak netral dan profesional sesuai kode etik yang berlaku. Namun jika sebaliknya, maka hal tersebut akan menciderai nilai-nilai demokratis dalam penyelenggaraan Pilkada DKI ini karena debat Putaran Kedua akan menjadi ajang untuk menyudutkan salah satu pasangan calon.

Dalam laporan Cinhok ini, tiga alasan penting yang mengindikasikan ketua KPU DKI Sumarno tidak netral. Pertama, sebagian Perwakilan Komunitas Masyarakat yang ditentukan adalah Perwakilan Komunitas Masyarakat yang secara terbuka menentang kebijakan yang diberlakukan oleh paslon nomor 2, yaitu Iwan Carmidi dari Komunitas Nelayan Tradisional dan Sukarto dari Komunitas Rumah Susun.

"Selama ini saudara Iwan ini gencar menolak kebijakan reklamasi Teluk Jakarta serta pernah mengajukan gugatan tata usaha negara kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, sementara Sukarto secara terang-terangan pernah memberikan pernyataan melalui media massa yang menyatakan memiliki dendam kesumat kepada Basuki Tjahaja Purnama," katanya.

Kedua, sebagian pertanyaan yang diajukan oleh Perwakilan Komunitas Masyarakat dibiarkan bersifat tendesius dan cenderung menyudutkan kebijakan yang diberlakukan oleh paslon nomor 2 saat menjabat sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, yang pada pokoknya berupa keluhan terhadap kebijakan relokasi warga ke rumah susun akibat normalisasi kali Ciliwung dan reklamasi.

Ketiga, penunjukkan Prof. Dr. R. Siti Zuhro, M.A. sebagai salah satu panelis dalam Debat Putaran Kedua. Padahal yang bersangkutan berkali-kali menunjukkan rasa tidak suka terhadap Basuki Tjahaja Purnama melalui pernyataannya dalam berbagai media massa.

Dari Peristiwa itu, kata Yuliana menunjukkan adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh Sumarno dalam melaksanakan asas mandiri dan adil, yaitu dengan melakukan perbuatan yang mengakibatkan kondisi tidak netral.

"Perlu diketahui bahwa Bapak Sumarno sebagai orang nomor satu pada KPU DKI adalah pihak yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan debat Putaran Kedua," ungkapnya.

Menurut Yuliana, bukan pertama kalinya Sumarno dilaporkan kepada DKPP, bahkan sebelumnya Sumarno telah dihukum dengan teguran tertulis melalui Putusan No. 39/DKPP-PKE/VI/2017; No. 42/DKPP-PKE-VI/2017; No. 45/DKPP-PKE-VI/2017 tanggal 7 April 2017.

"Oleh karena itu, sudah seharusnya peristiwa ini, yang kembali dilaporkan kepada DKPP dengan menuntut hukuman yang lebih berat, yaitu agar Sumarno diberhentikan dari jabatannya, sehingga efek jera yang diharapkan menjadi efektif," ujarnya.

Lebih jauh, tujuan laporan ini tidak hanya untuk menciptakan iklim demokrasi yang baik di DKI Jakarta, namun juga sebagai pembelajaran umumnya bagi masyarakat serta khususnya bagi pejabat penyelenggara pemilihan umum lainnya pada pemilihan-pemilihan umum di masa yang akan datang agar tetap menjaga proses penyelenggaraan pemilihan umum yang baik, jujur, adil dan demokratis. [rus]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA