RUU dibuat karena dorongan dari perkembangan jasa konstruksi yang semakin pesat dan pembangunan infrastruktur yang dicanangkan oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Demikian dikatakan anggota Panja RUU Jasa Konstruksi M. Nizar Zahro dalam forum legislasi bertema 'RUU Jasa Konstruksi' di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (24/5).
"Sekaligus dan yang tak kalah penting RUU untuk menghindari kriminalisasi jasa konstruksi. Sebab UU Nomor 18/1999 belum bisa memenuhi tuntutan kebutuhan dan dinamika penyelenggara dan usaha jasa konstruksi," jelas politisi Partai Gerindra tersebut.
Nizar menambahkan, dalam RUU Jasa Konstruksi setidaknya ada tiga hal penting, yakni badan sertifikasi, kriminalisasi jasa konstruksi, dan usaha jasa konstruksi. RUU terdiri dari 114 bab dan 900-an daftar inventarisasi masalah (DIM).
Menurutnya, sertifikasi sangat penting karena sebelumnya hanya registrasi, sehingga tidak terkontrol dengan baik. Untuk itu pula maka wajar jika muncul skandal Panama Papers. Sedangkan sertifikasi yang ada bisa dilakukan dengan nilai-nilai atau imbalan tertentu.
"Sertifikasi yang ada tanpa ada lambang Garuda pun ditolak di Singapura, Malaysia dan negara lain. Di Timur Tengah banyak konraktor dari Indonesia tapi ketika terjadi masalah paspor Indonesia yang dipakai. Itu tak bisa dibiarkan," ujarnya.
Sedangkan kriminalisasi jasa konstruksi lantaran sering terjadi masalah antara pengusaha di pusat sampai daerah dengan pejabat sampai ke pengadilan. Sebab, dalam kontrak kerjanya hanya fotokopi, sehingga aparat kepolisian dan kejaksaan banyak terlibat.
"Jadi, kalau perjanjian kontrak itu perdata ya perdata, jangan dibawa ke pidana. Sehingga diperlukan Badan Sertifikasi Jasa Konstruksi (BSJK). Padahal hasil pembangunan semasa Orde Lama dan Orde Baru baik-baik dan berkualitas, tapi pasca reformasi mengecewakan,†demikian Nizar.
[wah]
BERITA TERKAIT: