Pagi sekitar pukul 07.15 pagi, kami sudah meninggalkan Hotel Renaissance di Tel Aviv, menuju bandara Dov Hoz (Sde Dov) airport. Bandara ini melayani penerbangan domestik terjadwal ke Eilat, Israel Utara, dan Dataran Tinggi Golan.
Tujuan kami, Dataran Tinggi Golan, untuk melihat perbatasan Israel dengan Suriah yang kini dilanda perang, sekaligus ke wilayah perbatasan Lebanon. Penerbangan dengan pesawat kecil ini ditempuh hanya selama sekitar 45 menit. Kami dibagi kepada dua pesawat, berpenumpang tiga dan enam orang.
Senang, karena akan terbang, tapi juga agak khawatir, karena pesawat kecil ini tentu takkan mampu terbang tinggi. Bagaimana kalau lewat Jalur Gaza, yang kadang bisa saja ditembakkan roket oleh Hamas?
Tenang, kita tidak lewat sana,†hibur salah satu pilot kami, Kapten Chaim Dekel. Dia pun lalu memberi keterangan singkat jalur penerbangan yang akan kami lewati, sambil membuka sebuat peta.
Sejumlah kota penting kami lintasi lewat penerbangan ini. Antara lain Armageddon. Saya kaget mendengar akan melewati wilayah, yang secara umum dikenal berarti Perang Akhir Zaman berujung pada terjadinya Kiamat ini. Ternyata, Armageddon yang kami lewati hanyalah sebuah lokasi tempat tinggal penduduk yang juga disebut Bukit Megiddo atau Megiddon.
Dulu, lokasi ini dijadikan tempat mengawasi Via Maris, rute kuno perdagangan yang menghubungkan Mesir dengan kerajaan-kerajaan Utara Suriah, Anatolia dan Mesopotamia. Megiddo juga pernah jadi lokasi beragam peperangan kuno, termasuk yang terjadi pada abad ke-15 Sebelum Masehi (SM) dan Tahun 609 SM.
Kota lainnya yang kami lintasi adalah Nazareth, sebuah kota kuno di Utara Israel. Kini, Nazareth merupakan kota Arab terbesar di Israel. Dalam tradisi Kristen, Yesus Kristus dibesarkan di Nazaret, sehingga dikenal dengan sebutan Yesus orang Nazaret.
Saat mendarat di bandara Itzhak Ben Yakoov di Rosh Pina (Mahanayim), kota kecil berpenduduk sekitar 2.800 jiwa, kami sudah disambut oleh Mayor Sarit Zehavi. Perempuan dengan rambut panjang bergelombang ini merupakan tentara cadangan Israel yang mendampingi kami ke Dataran Tinggi Golan.
Tadinya, wilayah ini merupakan wilayah Suriah. Namun Israel merebutnya pada 1967 dalam Perang Enam Hari. Pada awal Perang Yom Kippur 1973, Suriah berhasil merebutnya kembali. Namun serangan balik Israel berhasil mengusir Suriah dari sebagian besar Dataran Tinggi Golan.
Di dataran tinggi ini terdapat pula bukit-bukit yang pada Perang Arab-Israel selalu diperebutkan, seperti Bukit Hermon dan Bukit Booster. Kedua bukit ini merupakan pusat pengamatan tentara Israel yang dikenal dengan Mata Israel.
Dengan teropong yang diberikan kepada kami, Zehavi menunjukkan, di antara ancaman yang juga bisa membahayakan keamanan di Israel adalah Suriah yang kini menjadi markas sekitar 100 kelompok pemberontak.
Dia lalu menunjuk ke kejauhan, ke arah kota Quneitra Lama dan Quneitra Baru. Kota ini terletak di barat daya Suriah dan merupakan ibukota Quneitra yang terletak di lembah Dataran Tinggi Golan. Pada 10 Juni 1967, pada Perang Enam Hari, Quneitra direbut Israel. Tetapi bisa direbut kembali oleh Suriah pada Perang Yom Kippur.
Tak lama, Israel merebut kembali kota itu. Pada Juni 1974, Quneitra dikembalikan kepada Suriah. "Kini, kedua wilayah ini sudah dikuasai Front an-Nusrah, cabang al-Qaidah di Suriah," jelasnya.
Disini kami bertemu dengan dua tentara United Nations Truce Supervision Organization (UNTSO), organisasi yang didirikan pada 1948 sebagai penjaga perdamaian di Timur Tengah, yang bertugas melakukan pengamatan di wilayah ini.
Bersambung
BERITA TERKAIT: