Koordinator FPD-MU, Iradat H Ismail mengatakan, saat PSU digelar sejumlah anggota polisi dengan sengaja mengarahkan senjatanya ke sejumlah warga. Akibatnya, sejumlah warga sipil terluka dan 5 ribu orang lainnya tidak dapat menggunakan hak pilih, karena mengalami tekanan psikologis dan melarikan diri ke hutan, mereka juga takut keluar rumah, karena khawatir akan terjadi penembakan.
"Polisi seharusnya melakukan pengamanan, bukan tindakan yang di luar dari prosedural sehingga dapat mencederai hak politik masyarakat," ujarnya di depan kantor Bawaslu, Jakarta, Selasa (4/2).
Adapun beberapa korban kekerasan itu adalah Kepala Desa Bobong, Taliabu Barat, Hatu Sanyakit serta enam warga sipil, yakni Mardan Rumlaklak, Aersyin Sakiri, Muhrifadli Muhdin, Syahril Lek, Boby, dan Rusli Nahumaruri.
Dengan kejadian tersebut, kata Iradat, Polda Malut telah melakukan intimidasi di luar prosedur yang ada. Kemudian, menciderai hak politik warga sebagaimana diatur dalam Pasal 43 ayat 1 UU HAM. Aparat juga telah melanggar UUD Pasal 28I ayat 2 yang menyatakan, bahwa setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif.
Tidak hanya itu, KPU Malut juga disebut dengan sengaja melakukan pelanggaran. Alasannya, KPU Malut tidak mengindahkan amar putusan Mahkamah Konstitusi, yaitu tetap memverifikasi data pemilih yang semulanya telah di tetapkan dan telah digunakan pada pemilihan putaran pertama dan kedua, yang ditetap dalam pleno KPU sendiri sehingga data pemilih tidak mendapat kepestian hukum karena telah berganti.
Karena itu, kata Iradat, pertama pihaknya mendesak Kapolri Jenderal Sutarman mencopot Kapolda Malut, kedua meminta Bawaslu RI merekomendasikan anak buahnya di Malut untuk dipecat oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), ketiga berharap Komnas HAM mengusut tuntas pelanggaran HAM yang terjadi, dan keempat meminta KPU Pusat mengambil alih seluruh proses perhitungan pada PSU Pilgub Malut.
Dalam sidang putusan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Kepala Daerah Malut putaran kedua, MK memutuskan digelar PSU di tujuh kecamatan di Kepulauan Sula dan empat Tempat Pemungutan Suara (TPS) di Sulabesi Barat. Sebab, dinilai terjadi pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif.
[rus]
BERITA TERKAIT: