Dalam tudingan itu disebutkan bahwa Karsa telah melakukan pembengkakan anggaran jelang Pilkada. Tercatat pada tahun 2011, dana operasional Jatim meningkat dari angka Rp 1,2 triliun menjadi Rp 4,09 triliun saat mendekati tahun 2012. Penggunaan dana daerah ini ditengarai sebagai jenis kejahatan politik baru. Apalagi digunakan jelang Pilkada dengan cara membuat masyarakat seolah berutang budi kepada calon incumbent.
Pakde Karwo, sapaan Soekarwo menjelaskan, lonjakan dana belanja hibah atau operasional itu terjadi lantaran adanya tambahan anggaran untuk Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dari pemerintah pusat sebesar Rp 2,8 triliun. Sebelum dikucurkan, dana itu harus melewati kas daerah provinsi terlebih dahulu sebelum akhirnya dibagikan ke tiap kabupaten.
"Dana hibah itu semua dicek lewat prosedur dan data di lapangan, pelaporannya ada, barangnya juga ada," kata Pakde Karwo di Pulau Dua, Senayan, Jakarta, Rabu (2/10).
Menurut pria yang identik dengan kumis tebal dan berkacamata ini, semua penggunaan dana hibah Pemprov Jatim tercatat dan ada monitoring serta evaluasi. Bahkan penggunaanya dikontrol langsung oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) secara real time.
"Kita sudah kerjasama dengan BPK tentang penerimaan harian jadi real count, istilahnya electronic audit. Jadi nggak harus BPK turun (tiap hari)," ujarnya.
"Bahkan pelayanan satu atap terbaik se-Indonesia tracking sistemnya di Jawa Timur," sambungnya.
Hal lain yang menguatkan tidak ada penyimpangan adalah adanya hasil koordinasi supervisi dan pencegahan KPK dan BPKP sepanjang 2012 dan pengamanatan sementara 2013, menunjukkan tidak ada penyimpangan APBD.
"Termasuk belanja hibah yang menjadi dasar gugatan ke MK," katanya.
[wid]
BERITA TERKAIT: