Selain itu, camat dan lurah seharusnya dilantik walikota sebagai pemangku kepentingan atau user.
"Calon lurah atau camat bisa diterima atau tidak oleh walikota karena nantinya akan menjadi ujung tombak di wilayah itu sebagai pembantu Walikota,†kata anggota Dewan Kota Jakarta Barat, Indra Subagyo.
Menurut Indra, ketidakabsahan pengangkatan camat dan lurah hasil lelang jabatan itu sebenarnya sudah diawali sejak dilaksanakannya proses lelang jabatan.
"Pengangkatan camat dan lurah bukan merupakan manajemen suka-suka nya penguasa, melainkan berdasarkan aturan yang ada," tekan Indra.
Sesuai UU 8/1974 yunto UU 43/1999 tidak dikenal istilah lelang jabatan. Dalam UU tersebut yang dikenal adalah istilah seleksi pegawai dalam rangka meningkatkan jenjang karier pegawai bersangkutan melalui mutasi, promosi sebagai penghargaan atas kinerjanya selama ini.
Dalam optimalisasi pekerjaan di bidang pemerintahan, seseorang ditetapkan sesuai pendidikannya, golongannya dan sesuai keahliannya diperoleh setelah melalui sekolah kedinasan seperti APDN, IPDN, STPDN atau IIP. Untuk jabatan yang berhubungan dengan masalah statistik dibekali dengan pendidikan Sekolah Tinggi Statistik. Sedangkan jabatan yang berkaitan dengan masalah moneter/keuangan berbekal dengan pendidikan di Sekolah Tinggi Administrasi Negara (STAN). Perjenjangan jabatan juga harus melalui Pendidikan Latihan (Diklat) kepemimpinan dengan jangka waktu tertentu agar memiliki wawasan yang lebih luas lagi.
"Untuk menjadi lurah dan camat bukan hanya dari hasil evaluasi melalui tes dan olahan dari komputer. Seorang staf yang tidak punya eselon
ujug-ujug bisa loncat menjadi lurah atau menjadi camat," ucapnya heran.
Dengan adanya seleksi (lelang) jabatan, menurut dia, berarti Joko Widodo (Jokowi) telah mengenyampingkan keberadaan sekolah kedinasan. Termasuk fungsi Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Bapkerjakat) sebagai filter terakhir dalam menentukan kenaikan jabatan PNS seseorang, serta dalam hal ini, Kantor Kepegawaian Kota (K-3) dan Tata Pemerintahan sebagai pembina.
"APDN, STPD, IIP sebaiknya dibubarkan saja," cetusnya.
DPRD DKI Jakarta, kata Indra menekankan, sebagai pengawal UU Perda, Pergub dan ketentuan lainnya yang ditetapkan seharusnya tidak diam saja tapi menjadi
filter (penyaring).
"Karena seleksi pegawai sangat menentukan maju mundurnya pemerintahan di masa mendatang," tegasnya menambahkan.
[wid]
BACA JUGA: