Tekad Sapta ini disampaikan langsung kepada tokoh nasional asal Lombok, Lalu Mara Satriawangsa. Sebelumnya (Kamis, 13/6), Lalu Mara menerima keluhan dari pengusaha industri rotan di Lombok. Lalu Mara pun langsung merespon dan menyampaikan keluhan warga ini kepada Sapta.
Industri rotan di Lombok pernah berjaya di era Orde Baru. Namun belakangan, keunggulan industri rotan ini menjadi redup ditelan masa. Salah satu penyebabnya adalah kurang perhatian dari pemerintah.
"Kita dibiarkan sendiri. Jalan sendiri. Mau hidup sendiri, mati pun sendiri," kata pengusaha industri rotan di desa Beleka, Hamzah Fansuri, menyampaikan aspirasi kepada Lalu Mara Satriawangsa (Kamis, 13/6).
Dulu di era Orde baru, Hamzah bercerita, pembinaan dari pemerintah pusat sangat maksimal. Bahkan, pemerintah pusat bukan hanya membantu untuk membuat inovasi design, melainkan juga ikut memasarkan produk.
Hal lain yang lebih memprihatinkan kata Hamzah adalah soal brand dan labeling. Produk kerajinan rotan yang selama ini diproduksi dan mencapai 20 truk puso per bulan dengan rata-rata income 100 juta per bulan itu, dikirim ke Bali. Dan di Bali, produk mereka dibranding sebagai produk Bali. Jadilah produk asli Lombok itu, dimpor dengan label "Made In Bali".
Lalu Mara, yang mendengar kisah dan cerita itu, merasa prihatin. Apalagi bila menengok ke masa lalu, ayah Hamzah Fansuri, karena industri rotan itu, mendapat penghargaan dari Presiden Soeharto.
[rsn]
BERITA TERKAIT: