Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Inilah Penjelasan Ilmiah Mengenai Banjir yang Terus Melanda Jakarta

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/teguh-santosa-1'>TEGUH SANTOSA</a>
LAPORAN: TEGUH SANTOSA
  • Selasa, 25 Desember 2012, 19:51 WIB
Inilah Penjelasan Ilmiah Mengenai Banjir yang Terus Melanda Jakarta
rmol news logo Dalam Focus Group Discussion (FGD) mengenai Peluang dan Tantangan Ruang Bawah Tanah DKI Jakarta yang digelar di Hotel Millenium, Jakarta, tanggal 20 Desember lalu terungkap sebuah hasil penelitian yang cukup mengejutkan.

Banjir di Jakarta yang kerap terjadi bila curah hujan tinggi juga disebabkan oleh dataran banjir sebagai konsekuensi dari posisi Teluk Jakarta yang ada di utara sebagai tinggian tektonik sementara kawasan di bagian selatan terus mengalami penurunan.

Hasil penelitian ini disampaikan mantan Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) DR. Andang Bachtiar yang menjadi salah seorang pembicara dalam FGD yang dihadiri sekitar 20 pembicara dari berbagai bidang seperti geologi, geofisika, geoteknik, geodesi, geodinamik, konstruksi, air tanah, dan kegempaan.

Kantor Staf Khusus Presiden bidang Bantuan Sosial dan Bencana (SKP BSB) merilis hasil penelitian yang dipaparkan DR. Andang Bachtiar tersebut beberapa saat lalu (Selasa petang, 25/12).

Disebutkan antara lain bahwa tidak pernah terjadi intrusi air laut ke dalam lapisan air tanah tertekan di Jakarta apalagi sampai di bawah Monumen Nasional. Yang terjadi malah sebaliknya, banyak air tawar keluar (discharged) sebagai mata-air di kawasan pantai dan teluk di utara Jakarta.

Kandungan air yang keluar ini agak payau di air tanah dalam karena bercampur dengan air perasan dari lempung-lempung pengapit di atas dan di bawah akwifer akibat proses kompaksi biasa.

Menurut DR. Andang Bachtiar, data isotop juga menunjang kesimpulan tersebut. Di pinggiran laut, seperti di Muara Baru sampai ke kawasan Ancol, tentu saja, air tanah bebas dangkal dan air permukaan dipengaruhi oleh pasang surut air laut di sana.

Juga disebutkan bahwa hasil penelitian yang dilakukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Institut Teknologi Bandung (ITB) itu telah disosialisasikan sejak 2002. Selama 10 tahun terakhir hasil uji isotop dan pemetaan sifar kimia air tanah seluruh daerah Jakarta makin menguatkan kesimpulan tersebut.

"Kurangnya sosialisasi hal ini ke masyarakat sehingga infonya tidak sampai. Sementara sebagaian birokrasi dan masyarakat menganggap hal ini tidak memiliki konsekuensi apa-apa ke masa depan," ujar SKP BSB Andi Arief yang merilis hasil penelitian itu.

Hasil lain dari penelitian itu menyebutkan bahwa pada lapisan yang diperkirakan berasal dari dari masa Mid Holocene atau memiliki usia geologi sekitar 4.000 hingga 5.000 tahun lalu garis pantai mundur sampai di selatan Monas yang menyebabkan diendapkannya lapisan sedimen laut dengan air asin di dalamnya.

Kalau kasusnya seperti itu, maka memang air di dalam akwifer tersebut sudah asin dari asalnya, dan sering juga disebut sebagai connate water. Kedalaman lapisan-lapisan tersebut lebih 300 hingga 400 meter daerah Jakarta Pusat dan makin mendangkal ke selatan.

Penelitian ini juga mengungkap bahwa kawasan Teluk Jakarta adalah tinggian lokal, sementara dari pantai teluk ke arah selatan adalah rendahannya yang disebut West Ciputat Low.

Oleh karena ini, meskipun ada 13 sungai mengalir membawa sedimen ke arah Teluk Jakarta, tetap saja tidak terbentuk delta di bagian muara teluk.

Sedimen-sedimen yang dibawa sungai-sungai itu sebagian besar diendapkan di rendahan Ciputat Barat yaitu di daratan Jakarta yang secara geomorfologi disebut sebagai Dataran Banjir Jakarta. Lantas ketika masuk ke Teluk Jakarta sungai-sungai itu hanya menyisakan suspensi halus dan arus sungai yang lemah.

"Ini menjawab pertanyaan mengapa ada dataran banjir di Jakarta," demikian Andi Arief. [guh]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA