Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Kritik PP Kesehatan yang Larang Jual Rokok Eceran, Akrindo: Pelaku Usaha Sulit Bertahan

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/alifia-dwi-ramandhita-1'>ALIFIA DWI RAMANDHITA</a>
LAPORAN: ALIFIA DWI RAMANDHITA
  • Senin, 05 Agustus 2024, 18:34 WIB
Kritik PP Kesehatan yang Larang Jual Rokok Eceran, Akrindo: Pelaku Usaha Sulit Bertahan
Ilustrasi/Net
rmol news logo Terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Kesehatan yang baru saja disahkan oleh Presiden Joko Widodo telah menimbulkan gelombang penolakan dari para pelaku usaha di dalam negeri.

Salah satu penolakan tersebut datang dari Asosiasi Koperasi dan Ritel Indonesia (Akrindo), yang menyatakan kekhawatirannya terhadap PP 28/2024 tentang Peraturan Pelaksanaan UU 17/2023 tentang Kesehatan.

Pasal dalam PP tersebut berisi larangan penjualan rokok eceran per batang, dan penetapan zonasi penjualan rokok minimal 200 meter dari tempat pendidikan. Hal itu dinilai dapat menyulitkan para pelaku usaha untuk bertahan di tengah sulitnya ekonomi di tahun ini.

Wakil Ketua Umum Akrindo, Anang Zunaedi, menegaskan bahwa peraturan tersebut sangat tidak adil dan tidak berpihak pada pedagang kecil.

"Peraturan ini sangat merugikan. Bagaimana pedagang kecil dan ultramikro bisa bertahan dengan aturan seperti ini? UMKM, khususnya ultramikro, telah membantu negara dengan menggerakkan ekonomi kerakyatan. Tapi PP 28/2024 justru menekan dan membebani sumber mata pencaharian anggota kami," ujar Anang pada Senin (5/8).

Anang juga mempertanyakan penerapan zonasi penjualan rokok sejauh 200 meter dari tempat pendidikan, yang dinilai sulit untuk diimplementasikan di lapangan.

"Seperti apa cara ukurnya? Apa alat ukurnya? Mengapa zonasi ini sasarannya pedagang bukannya pelajar? Bagaimana jika pedagang atau tempat usahanya lebih dulu ada dibandingkan tempat pendidikannya? Lagi-lagi, hal-hal seperti ini yang tidak dipikirkan secara matang," tuturnya.

Menurut Anang, aturan tersebut dapat mematikan mata pencaharian para pedagang kecil, terutama pedagang ultramikro dan tradisional yang selama ini bergantung pada produk tembakau sebagai salah satu tumpuan ekonomi mereka.

"Rokok adalah produk legal, tapi pengaturannya sangat tidak adil dan diskriminatif. Kami pedagang seolah-olah diposisikan menjual barang terlarang," tegasnya.

Untuk itu, asosiasi yang menaungi 900 koperasi ritel dan 1.050 toko tradisional di Jawa Timur ini meminta pemerintah untuk memperhatikan para pedagang kecil yang terdampak oleh regulasi tersebut.

"Kami berharap pembuat kebijakan dapat lebih peka terhadap realitas yang terjadi di lapangan. Saat ini para pedagang kecil, ultramikro, hingga pedagang kelontong tradisional berupaya sekuat tenaga untuk bisa terus bertahan dan berdaya saing," pungkas Anang.rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA