Reseptor sensorik di kulit manusia bisa dengan cekatan merasakan kekuatan dan tekanan eksternal. Hal ini berkat adanya distribusi 3D yang rumit.
Melalui peniruan distribusi spasial inilah para peneliti kemudian mengembangkan e-skin yang meniru struktur kulit manusia, dengan menampilkan “epidermis”, “dermis”, dan “jaringan subkutan”.
Menurut penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Science baru-baru ini, e-skin ini mampu mencapai decoding dan persepsi secara bersamaan dari tiga sinyal mekanis, seperti tekanan, gesekan dan ketegangan pada tingkat fisik.
“Sepotong kulit elektronik, yang ukurannya sebanding dengan ujung jari telunjuk, dilengkapi dengan 240 sensor logam, masing-masing berukuran dua hingga tiga ratus mikrometer,” kata Zhang Yihui, penulis studi tersebut, seperti dikutip dari
CGTN, Sabtu (8/6).
"Pengaturan spasial mereka sangat mirip dengan distribusi sel reseptor sentuhan di dalam kulit manusia,” tambah Zhang.
Sensor tersebut mengumpulkan sinyal yang diproses dengan cermat dan kemudian disempurnakan melalui algoritma pembelajaran mendalam, memungkinkan kulit biomimetik membedakan tekstur dan kontur objek dengan presisi luar biasa.
Menurut penelitian, ini menunjukkan resolusi persepsi posisi tekanan yang luar biasa sekitar 0,1 milimeter, menyaingi sensitivitas kulit manusia asli.
"E-skin memiliki potensi untuk diintegrasikan ke dalam ujung jari robot medis untuk diagnosis dan intervensi tahap awal yang tepat," menurut Zhang.
"Ini juga dapat digunakan sebagai plester untuk menawarkan pemantauan real-time terhadap metrik kesehatan penting, termasuk saturasi oksigen darah dan detak jantung," ujarnya.
BERITA TERKAIT: