Hal tersebut disampaikan peneliti di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan SEAFAST Center Institut Pertanian Bogor (IPB), Nugraha Edhi Suyatma merespons pro dan kontra penggunaan galon guna ulang sebagai kemasan air minuman yang sudah lama dipakai masyarakat Indonesia.
“Dilihat dari sifat fungsionalnya, galon guna ulang lebih fleksibel sehingga lebih tahan dari risiko pecah atau retak,” kata Nugraha dalam keterangan tertulisnya, Selasa (21/11).
Galon guna ulang, kata dia, memiliki ketahanan gores dan benturan lebih baik dan suhu transisi gelas atau Tg yang lebih tinggi dibanding galon sekali pakai.
Disebutkan, galon guna ulang memiliki Tg 150 derajat Celcius, sementara galon sekali pakai hanya 70 derajat Celcius. Semakin tinggi Tg, semakin tahan pada kondisi suhu tinggi.
“Kondisi ini membuat galon guna ulang tahan untuk dicuci dengan suhu panas antara 60-80 derajat Celcius dengan penyikatan menggunakan sikat plastik tanpa menyebabkan kerusakan pada permukaan kemasan," sambungnya.
Dilihat dari data absorpsi air, menunjukkan bahwa penyerapan galon guna ulang lebih rendah dibanding galon sekali pakai.
"Sehingga, dapat dikatakan bahwa galon guna ulang lebih tahan terhadap air dibandingkan galon sekali pakai," katanya.
“Akan tetapi, untuk tujuan penggunaan sebagai kemasan, galon guna ulang juga bisa dibuat lebih berat dari galon sekali pakai sehingga kekuatan mekanisnya lebih kuat,” tutupnya.
Hal senada disampaikan Pakar Polimer Institut Teknologi Bandung (ITB) Akhmad Zainal Abidin. Dia menegaskan bahwa galon sekali pakai lebih beresiko jika terkena sinar matahari.
Hal itu karena galon sekali pakai memiliki temperatur transisi gelas (Tg) yang jauh lebih rendah dibanding galon guna ulang.
“Inilah yang membuat galon sekali pakai itu akan lebih berisiko jika terkena sinar matahari ketimbang galon guna ulang,” tambah Akhmad Zainal Abidin.
BERITA TERKAIT: