Osteoporosis menjadi penyebab utama penyakit kifosis. Bahkan sekitar 86 persen wanita Indonesia sangat khawatir akan risiko menjadi bungkuk di kemudian hari. Kekhawatiran itu melebihi masalah berat badan.
Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi (SpKFR), Departemen Rehabilitasi Medik RSCMFKUI, dr Siti Annisa Nuhonni mengatakan, penyakit ini jika dibiarkan bisa berdampak ke paru-paru. Sehingga, sulit mengembang karena suplai oksigen ke badan menjadi berkurang dan bisa berbahaya bagi jantung.
Menurut dokter yang disapa Honni ini, penyakit kifosis merupakan bentuk kelainan tulang. Ini ditandadi dengan kondisi punggung bagian atas yang melengkung atau bungkuk.
“Sedikit melengkung masih normal, tetapi kifosis biasanya mengacu pada melengkung yang sangat parah, yaitu lebih dari 50 derajat,†terang dr Honni di acara diskusi kesehatan tulang bertajuk ‘Kenali Kifosis, Jauhi Penyebabnya Osteoporosis, Demi Esok Yang Lebih baik’ di Jakarta, Jumat (26/4).
Penyakit kifosis, terang Honni terbagi menjadi dua, yakni kifosis fungsional dan struktural. Kifosis struktural biasanya terjadi pada lansia. Sudah permanen dan tidak dapat dikoreksi.
Sedangkan kifosis fungsional, umumnya disebabkan oleh kebiasaan sehari hari seperti duduk yang tidak tegak, terlalu banyak membungkuk, kurang menarik bahu, dan beberapa kebiasaan yang berhubungan dengan postur tubuh lainnya.
“Untuk kifosis fungsional, bungkuknya masih bisa disembuhkan dengan terapi maupun memperbaiki kebiasaan membungkuk. Selain itu juga bisa dengan menarik bahu dan perut serta membusungkan dada,†ujarnya.
Sementara kifosis struktural dinilai sudah permanen dan sulit disembuhkan. Kifosis ini juga bisa mengganggu kinerja bagian tubuh lainnya. Sebut saja lutut dan pinggang yang harus menahan beban badan berlebih karena posisi badan yang bungkuk.
“Osteoporosis masih menjadi penyebab utama kifosis lantaran tulang belakang yang rapuh dan lemah,†ungkap dr Honni.
Lantas seperti apa gejala penyakit ini? Honni menjelaskan, biasanya penderita mulai merasakan nyeri di bagian leher dan di sekitar wilayah punggung.
Ditambah lagi rasa nyeri di kepala, kesemutan anggota gerak hingga mengalami gangguan penapasan. “Deteksi dini sangat penting.
Dengan menjaga vitalitas tulang sejak muda risiko kifosis bisa dikurangi. Tulang itu harus ada tekanan dan tarikan. Kita harus bergerak membuat otot menarik tulang agar tulang ditahan tetap tegak,†ucapnya.
Head of Medical Sales Fonterra Brands Indonesia Muliaman Mansyur menambahkan, sekitar 86 persen wanita khawatir terkena kifosis. Kekhawatiran itu bahkan melebihi masalah berat badan.
“Wanita akan mengalami penurunan kepadatan masa tulang khususnya ketika usia di atas 30 tahun. Nanti akan terus menurun seiring bertambahnya usia. Selain itu, kurangnya asupan nutrisi kalsium sejak usia muda hingga usia tua turut memperparah kondisi tersebut,†terang dr Muliaman.
Menurutnya, kifosis dapat dicegah dengan menjaga asupan kalsium dan vitamin D serta rajin melakukan aktivitas fisik.
Perbaiki Tubuh Dengan Rajin Olahraga Serta Hindari Pakai Tas Ransel Dengan Beban BeratSelama ini banyak mitos yang berkembang di masyarakat, memakai tas ransel bisa memicu tulang menjadi bungkuk. Namun ternyata sebaliknya, pakai tas ransel yang tidak berlebihan, bisa menjadi alat terapi sederhana bagi penyembuhan kifosis.
Menurut Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi (SpKFR), Departemen Rehabilitasi Medik RSCM-FKUI, dr Siti Annisa Nuhonni, membawa tas ransel akan membantu menjaga postur tubuh, khususnya tulang belakang.
“Asalkan tas ranselnya tidak terlalu berat. Dengan menggunakan
backpack dapat menjaga dan membetulkan postur tubuh menjadi tegak,†ujar dr Honni di Jakarta, (26/4).
Honni mengatakan, beban tas ransel harus berkisar 10-20 persen dari berat badan. “Kalau beratnya 50 kilogram, kira-kira berat tas hanya sekitar 5 kilogram. Kalau keberatan tidak bagus dan buat punggung makin bungkuk,†jelasnya.
Sedangkan pada anak-anak yang membawa tas ransel dengan beban tas melebihi tubuhnya, karena diisi oleh buku, bekal maupun pakaian, sangat berisiko merusak tulangnya.
“Hal ini yang harus dicegah. Jika sejak dini sudah membawa tas berat dari tubuhnya, masa depannya berpotensi terkena kelainan tulang,†katanya.
Menurut dia, di kalangan wanita dan remaja paling rentan mengalami kelainan tulang menuju skoliosis (kelengkungan tubuh ke arah samping), akibat sering membawa tas tangan serta menggunakan sepatu berhak tinggi.
“Penggunaan tas semacam ini menimbulkan risiko, karena menyebabkan tulang jadi tidak seimbang dan dapat merusak postur tubuh. Sebisa mungkin penggunaannya harus dihindari,â€
warning dr Honni.
Ia menyarankan, pola hidup sehat harus dijaga sejak dini agar berbagai kelainan ini bisa dikoreksi. Jadi tak perlu cemas jika mengalami hal tersebut, asalkan tetap memperhatikan asupan kalsium dan menjaga keseimbangan postur tubuh.
Selain mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung vitamin D, susu berkalsium dan melakukan terapi membawa tas ransel, berenang pun bisa menjadi alternatif lain dalam mengembalikan tubuh ke bentuk yang normal.
“Untuk menghindari kelainan tulang harus menjaga postur tubuh, otot tubuh dikuatkan, dan latihan. Caranya, tarik perut ke belakang dan tekan bahu, sehingga dapat mengembalikan postur tubuh ke bentuk sebelumnya,†saran dr Honni. [Harian Rakyat Merdeka]