Sidang kali ini menghadirkan dua ahli, yakni Chairul Huda, ahli hukum pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), dan Ougy Dayyantara, ahli pertambangan.
Ahli pertambangan Ougy menjelaskan bahwa berdasarkan UU 3/2020 dan Peraturan Menteri ESDM 25/2018, kegiatan penambangan mencakup tahapan pembukaan lahan, penggalian, dan pengambilan mineral.
Dari hasil pemeriksaan di lapangan yang ditunjukkan di persidangan, ditemukan adanya pembukaan jalan hauling lebih dari 100 meter dan galian hingga 20 meter, yang dinilai melebihi ketentuan teknis.
“Kalau dilihat dari foto dan video di lapangan, kegiatan itu bukan sekadar pembukaan jalan, tapi sudah termasuk aktivitas pertambangan,” jelas Ougy di hadapan majelis hakim dikutip Kamis 23 Oktober 2025.
Dia juga mengonfirmasi nikel yang ditemukan di lokasi dibuang di sekitar area jalan, dan hal itu menjadi perhatian karena nikel termasuk sumber daya strategis yang dikuasai negara.
Ketika ditanya soal pemasangan patok batas wilayah tambang, Ougy menegaskan pemasangan tanda batas adalah kewajiban bagi pemegang izin operasi produksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021.
Ia menambahkan, aktivitas pertambangan di luar izin tetap tidak diperbolehkan tanpa persetujuan kepala teknik tambang (KTT) wilayah berdekatan. Sementara dalam fakta sidang sebelumnya, KTT mempertanyakan aktivitas penambangan PT Position tersebut, yang di luar aturan.
Ougy, seperti sejumlah saksi sebelumnya, yang dipanggil jaksa untuk menguatkan dakwaan, malah berbalik menguatkan posisi PT WKM yang dipidana penyidik Bareskrim Polri atas laporan PT Position.
Dakwaan jaksa adalah dua karyawan PT WKM membuat patok yang menghalangi aktivitas penambangan PT Position. Sementara penambangan itu dilakukan di wilayah izin usaha penambangan atau IUP milik PT WKM.
Seperti dikatakan ahli pertambangan tersebut, bahwa pemilik IUP, yakni PT WKM wajib menjaga area produksinya agar tak diambil oleh pihak lain.
Untuk itu, dua karyawan yang kini jadi terdakwa, Awwab Hafidz dan Marsel Bialembang memasang patok untuk melindungi area produksi penambangan mereka.
Namun, upaya ini malah dianggap menghalangi PT Position yang menambang di wilayah PT WKM.
Setuju dengan ahli pidana, Chairul Huda, Otto Cornelis Kaligis, penasihat hukum terdakwa Awwab dan Marsel, menilai kasus patok lahan nikel di Halmahera Timur seharusnya tidak masuk ranah pidana.
Kenyataannya, atas laporan PT Position yang didukung penyidik di Bareskrim Polri, kasus ini malah jadi agenda sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Kaligis menyebut, fakta di lapangan menunjukkan kliennya adalah pemegang izin usaha pertambangan (IUP) yang sah, sehingga tindakan pemasangan patok di wilayah tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai tindak pidana.
“Bahwa sebenarnya ini bukan perkara yang harus dimajukan ke pengadilan. Apalagi kita adalah pemegang IUP. Rekan saya sudah menjelaskan keadaan di lapangan, tapi ketika ahlinya mengatakan bukan kewenangannya, itu bohong besar,” tandasnya.
BERITA TERKAIT: