Demikian dikatakan Ketua Literasi Pemuda Berdikari (LPB) Indrajidt Rai Garibaldi dalam seminar nasional yang mengangkat tema "Membedah RKUHAP: Implikasi dan Tantangan dalam Penegakan Hukum di Indonesia" di Kota Bandung, Minggu 23 Februari 2025.
Indrajidt mengaku khawatir jika Kejagung bisa menjadi institusi dengan kekuatan yang terlalu dominan dalam sistem peradilan.
"Sebagai organisasi yang memiliki aliansi mahasiswa, LPB merasa perlu mengadakan seminar nasional ini untuk membahas isu-isu nasional yang tengah menjadi polemik," kata Indrajidt dikutip dari
RMOLJabar.
Ia menegaskan bahwa LPB akan terus mengawal proses legislasi RKUHAP, terutama terkait pasal 12 yang menjadi sorotan utama.
"Tidak ada tempat bagi kesewenang-wenangan atau arogansi dalam hukum acara pidana," tegasnya.
Menurutnya, LPB berkomitmen untuk memastikan bahwa RKUHAP yang disahkan tidak hanya adil, tetapi juga tetap melindungi kebebasan dan hak asasi manusia.
"Dari total 94 halaman RKUHAP, terdapat beberapa pasal yang kami duga bisa menjadikan satu lembaga hukum memiliki kewenangan yang berlebihan," tambahnya.
Sementara pakar hukum Indonesia, Saim Aksinuddin, menekankan, pembahasan RKUHAP harus melibatkan berbagai elemen masyarakat, termasuk akademisi, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan politisi.
"Undang-undang harus dikaji secara komprehensif agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan antara lembaga hukum, seperti kepolisian dan kejaksaan," kata Saim.
Ia juga menyoroti pentingnya konsistensi dalam penegakan hukum agar tidak menimbulkan ketimpangan atau penyalahgunaan kekuasaan.
BERITA TERKAIT: