Ketua Humas Kantor Pengadilan Agama Demak, Rendra Widyakso mengatakan, kasus perceraian, ada dua klasifikasi yakni perkara gugatan dan perkara permohonan.
"Untuk perkara gugatan ada perkara cerai gugat, ada cerai talak dan waris. Sementara untuk perkara permohonan memang 2023 mendominasi perkara dispensasi nikah dan sisanya penetapan ahli waris," ucap Rendra yang juga tercatat sebagai Hakim, dikutip
Kantor Berita RMOLJateng, Rabu (10/1).
Berdasarkan data, istri mengajukan cerai sebanyak 1.629 kasus sedangkan suami mengajukan cerai (cerai talak) sebanyak 497 kasus.
"Untuk alasan yang mendasari pengajuan baik cerai talak atau cerai gugat di Demak, adalah masalah ekonomi. Sementara untuk masalah KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga), karena alasan utama adalah nafkah kausalitas hukum sebab akibat, maka berakibat pada pertengkaran. Maka pertengkaran itulah yang menjadi nilai adanya KDRT," jelasnya.
Dia melanjutkan, untuk usia terendah melakukan perceraian adalah 17 tahun karena hasil dispensasi nikah (pengajuan pernikahan di bawah 19 tahun). Sedangkan, paling tinggi usia 55 tahun dan terbanyak rata-rata usia 30-40an tahun karena permasalahan ekonomi.
"Sementara untuk kasus murni perselingkuhan, minim. Karena kembali lagi di Demak persoalannya adalah karena masalah ekonomi, dan perselingkuhan adalah dampak dari perkara ekonomi tersebut," ucapnya.
Dia menyebutkan, perkara perceraian di Kabupaten Demak cenderung menurun dibanding 2022.
"Kita mengalami
range penurunan tahun 2022 jumlah perkara yang masuk 2091, yang mana paling banyak ada di Kecamatan Wedung," ucapnya.
Dia pun meminta agar seluruh pemangku kebijakan pemda mengurangi angka perceraian, dengan berfokus pada mensejahterakan rakyat dengan menekan angka kemiskinan.
"Karena memang alasan utama perceraian di Kabupaten Demak adalah masalah ekonomi," pungkasnya.
BERITA TERKAIT: