Jurubicara Bidang Penindakan dan Kelembagaan KPK, Ali Fikri mengatakan, nama Suryo sudah terungkap di dalam surat dakwaan terdakwa Bernard Hasibuan selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Kelas 1 Wilayah Jawa Bagian Tengah, dan terdakwa Putu Sumarjaya selaku Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Kelas 1 wilayah Jawa Bagian Tengah sekaligus selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).
Bahkan, nama Suryo juga sudah terungkap di persidangan turut mendapatkan
sleeping fee sebesar Rp9,5 miliar.
"Itu memang sudah disebutkan dalam surat dakwaan, dan teman-teman juga sudah tahu. Dan perkaranya masih dalam proses," kata Ali kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan, Rabu (8/11).
Ali memastikan, Jaksa KPK akan menyampaikan perkembangan penuntutan kepada struktural di KPK. Baik di hadapan pimpinan, Deputi Penindakan dan Eksekusi, Direktur Penyidikan, Direktur Penyelidikan, maupun di hadapan tim penyelidik dan penyidik.
"Nanti fakta-fakta itu akan diuraikan, apakah ada keterlibatan pihak lain. Analisis dari tim Jaksa yang kemudian nanti akan digelar, di ekspose, di seluruh struktural, di seluruh tim penyelidik, penyidik dan jaksa itu sendiri, untuk memastikan apakah ada keterlibatan pihak lain termasuk yang sudah disebutkan tadi," pungkas Ali.
Berdasarkan informasi yang diperoleh redaksi, penetapan Suryo sebagai tersangka hanya tinggal menunggu waktu. Di mana, Jaksa KPK sudah melakukan gelar perkara di hadapan struktural KPK. Dari ekspose itu, sudah diusulkan naik ke tahap penyidikan dengan tersangka Suryo.
Namun demikian, lanjutan ekspose masih ada kendala, karena ada satu orang pimpinan yang sedang sakit. Bahkan, lanjutan ekspose sudah tertunda hingga empat kali.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak mengatakan, pihaknya tidak akan mengabaikan fakta-fakta hukum yang terungkap, baik di persidangan maupun di proses penyidikan.
Bahkan, Johanis mengakui tidak akan terpengaruh ketika seseorang yang diduga terlibat tindak pidana korupsi memiliki "bekingan".
"Ya kalau memang ada yang menerima uang negara secara tidak sah, tidak ada yang kebal hukum. Sepanjang memang ada yang bersangkutan melakukan perbuatan, dan didukung dengan bukti yang sah menurut hukum, pasti diproses. Dan mungkin kita melihat tahapan-tahapan pemeriksaan selanjutnya. Jadi tidak ada siapapun yang mem-
backup. Sepanjang ada perbuatan dan dapat dibuktikan sesuai dengan fakta perbuatannya, pasti ditangani," kata Johanis, Senin (6/11).
Nama Suryo di KPK sudah tidak asing. Mengingat, nama Suryo beberapa kali muncul di tahap penyidikan, persidangan, bahkan muncul di Dewan Pengawas (Dewas) KPK.
Nama Muhammad Suryo Muncul dalam Surat DakwaanNama Suryo muncul dalam surat dakwaan terdakwa Bernard Hasibuan dan terdakwa Putu Sumarjaya yang telah dibacakan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Semarang, Kamis (14/9).
Dalam surat dakwaan, Suryo disebut menerima uang sebesar Rp9,5 miliar sebagai
sleeping fee terkait dengan paket pekerjaan pembangunan Jalur Ganda KA antara Solo Balapan-Kadipiro-Kalioso KM 96+400 sampai dengan KM 104+900 (JGSS-06) dengan anggaran sebesar Rp164.515.626.040,32 (Rp164,5 miliar).
Sebelum namanya muncul di surat dakwaan tersebut, Suryo juga telah diperiksa tim penyidik KPK sebagai saksi di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi C1 KPK, Kuningan, Jakarta Selatan pada Selasa (11/7).
Muncul di Putusan Dewas KPKNama Suryo juga muncul dalam hasil pemeriksaan dugaan pembocoran dokumen penyelidikan KPK di Kementerian ESDM yang dilakukan Dewas KPK pada Senin (19/6).
Menurut Ketua Dewas KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean, Suryo adalah orang yang menyerahkan dokumen yang terdiri dari tiga lembar kertas. Dalam dokumen itu tercantum nama sejumlah pihak di Kementerian ESDM dan perusahaan pemilik izin ekspor produk pertambangan hasil pengolahan minerba. Konon, dokumen inilah yang menjadi bukti adanya suap dalam pengurusan izin.
Tiga lembar kertas itu diserahkan Suryo kepada Kepala Biro Hukum yang juga Plh Dirjen Minerba ESDM, Idris Sihite, di Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta.
Awalnya, saat ditanya penyidik yang melakukan penggeledahan di ruang kerjanya, Idris Sihite mengaku mendapatkan dokumen itu dari mantan Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Irjen Karyoto, yang kini menjabat Kapolda Metro Jaya.
Setelah dicecar, Idris Sihite mengubah keterangannya dan mengatakan bahwa dia mendapatkan dokumen itu dari Menteri ESDM Arifin Tasrif, yang mendapatkannya dari Ketua KPK Firli Bahuri.
Namun saat diperiksa Dewas KPK, Idris Sihite mengaku sengaja membawa-bawa nama Menteri ESDM dan Ketua KPK agar penyelidik yang tengah melakukan operasi tangkap tangan saat itu tidak terus mencecarnya.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, Suryo merupakan Komisaris PT Surya Karya Setiabudi (SKS) yang terlibat dalam kasus pertambangan pasir ilegal di Sungai Bebeng, Magelang, Jawa Tengah, pada 2016. Hubungan Karyoto dan Suryo disebut sudah berlangsung sejak lama. Yaitu sejak Karyoto belum bertugas di Gedung Merah Putih sebagai Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK.
Karyoto tidak sungkan menegur keras pejabat Balai Besar Wilayah Sungai Serayu-Opak yang berani menegur PT SKS dan meminta perusahaan itu berhenti melakukan aktivitas pertambangan.
Fakta lainnya juga mengungkap bahwa Suryo terkait dengan kasus suap pemberian IMB yang menjerat mantan Walikota Yogyakarta, Haryadi Suyuti.
BERITA TERKAIT: