Hal itu diungkapkan Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata setelah mengumumkan bahwa pihaknya telah menyita sebanyak 27 item aset Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Lukas senilai lebih dari Rp 144,7 miliar.
Alex mengatakan, selama tiga tahun sejak 2019-2022, dana operasional Lukas sebagai Gubernur Papua sebesar Rp 1 triliun setiap tahunnya. Angka itu jauh lebih tinggi dari ketentuan yang ditetapkan oleh Kemendagri. Sebab, dana operasional kepala daerah dihitung berdasarkan persentase tertentu dari APBD.
"Ini dana operasional yang bersangkutan itu rata-rata setiap tahun itu Rp 1 triliunan," ujar Alex kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan, Senin (26/6).
Setelah ditelisik kata Alex, sepertiga dari Rp 1 triliun tersebut dibelanjakan untuk makan dan minum.
"Bayangkan kalau Rp 1 triliun itu sepertiga digunakan makan minum, itu satu hari berarti Rp 1 miliar untuk belanja makan minum," kata Alex.
KPK pun telah melakukan pengecekkan terhadap kwitansi yang digunakan untuk operasional belanja dan minum. Hasilnya, kwitansi tersebut juga banyak yang fiktif.
Alexander Marwata mengungkapkan, salah satu restoran yang mengeluarkan kwitansi tidak mengakui telah menerbitkan. Temuan KPK, ada ribuan kwitansi bukti-bukti pengeluaran yang tidak bisa diverifikasi.
"Termasuk juga ya kita lihat ini tentu proses SPJ atau pertanggungjawaban dana operasional sendiri sebetulnya itu yang tidak berjalan dengan baik. Jadi SPJ hanya disampaikan berupa pengeluaran-pengeluaran yang sering tidak disertai bukti pengeluaran itu untuk apa," pungkas Alex.
Status tersangka TPPU Lukas ini sebelumnya telah diumumkan KPK pada Rabu (12/4). Dan pada hari ini, KPK menyampaikan perkembangan penyidikan dugaan TPPU Lukas. Di mana, KPK melakukan penyitaan terhadap 27 item aset dengan nilai total lebih dari Rp 144,7 miliar.
Aset yang disita itu berupa uang tunai sebesar Rp 81,9 miliar, dan aset berupa tanah dan bangunan, emas, dan kendaraan senilai lebih dari Rp 62,7 miliar.
Lukas sendiri saat ini juga masih menjalani proses persidangan dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi. Namun demikian, persidangan ditunda karena Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan permohonan Lukas untuk dirawat di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta.
Untuk itu, penahanan Lukas dibantarkan selama dua pekan, sejak hari ini hingga Minggu (9/7). Penetapan pembantaran penahanan itu disampaikan setelah sidang putusan sela. Di mana, Hakim menolak seluruh nota keberatan atau eksepsi terdakwa Lukas.
BERITA TERKAIT: