Penegasan itu disampaikan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata saat memberikan kuliah umum bertajuk "Pendidikan Antikorupsi" di Kampus Universitas Khairun (Unkhair) Ternate, Maluku Utara, Kamis (11/11).
Dalam kesempatan itu, Alex menyampaikan harapan terhadap perguruan tinggi untuk dapat mencetak kader-kader pemimpin yang berintegritas dan profesional.
"Saya berharap Unkhair menjadi universitas kebanggaan masyarakat Maluku Utara dan bisa mencetak kader-kader pemimpin daerah maupun bangsa yang berintegritas dan profesional," ujarnya.
Dalam kesempatan ini, Alex menyampaikan bahwa dirinya salut dengan para mahasiswa yang dengan kekompakannya pada 1998 berhasil melengserkan rezim orde baru yang sudah bertahan selama 32 tahun.
Salah satu tuntutan mahasiswa kala itu adalah pemberantasan korupsi yang kemudian melahirkan KPK.
Akan tetapi, sambung Alex, selama 18 tahun KPK berdiri, hingga hari ini belum mampu mengentaskan korupsi di Indonesia. Meskipun, Alex mengakui pemberantasan korupsi bukan hanya kewenangan KPK.
“Kalau KPK dibiarkan berjalan sendirian, bahkan satu abad pun korupsi tidak akan pernah usai. Karena cikal bakal korupsi sudah ada sejak lama. Kini masyarakat Indonesia cenderung permisif atau serba membolehkan dan murah hati dalam memberikan sesuatu," jelas Alex.
Di akhir paparannya, Alex menjelaskan salah satu alasan korupsi masih tumbuh subur di Indonesia. Menurutnya, penyelenggaraan pemilu dan partai politik memiliki andil terhadap sukses tidaknya program pemberantasan korupsi. Alex berpendapat bahwa demokrasi seharusnya menjadi langkah awal pencegahan korupsi.
"Yang terjadi saat ini perilaku koruptif masih terpelihara. Misalnya, sudah paham calon kepala daerah atau calon anggota dewan mantan pelaku korupsi, tetap dipilih. Padahal KPK tidak henti-hentinya melakukan sosialisasi dan bimbingan baik ke pihak penyelenggara pemilu maupun ke pemilih pemilu," pungkas Alex.
BERITA TERKAIT: