Begitu terang mantan Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Patra M. Zen saat mengurai disertasinya saat sidang promosi doktor Program Pascasarjana Universitas Krisnadwipayana, Rabu (29/10).
Konsep pihak ketiga yang beritikad baik dan cara membedakan harta kekayaan yang didapat dengan kejujuran dan kewajaran dengan harta kekayaan pihak ketiga yang kotor dan tercemar (dirty and tainted property), menjadi kebaruan (novelty) dalam disertasi ini.
"Hukum acara pidana di Indonesia belum menjamin hak atas harta kekayaan pihak ketiga yang beritikad baik," tegas Patra kepada wartawan.
Dari 12 putusan yang diteliti dalam disertasinya, Patra menemukan adanya irrasionalitas dalam
due process of law perkara tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang.
Tidak ada kewajiban bagi penyidik, penuntut umum maupun hakim untuk menguraikan rasionalitas penyitaan dan perampasan harta kekayaan pihak ketiga.
Padahal dalam praktik peradilan, pihak ketiga bisa dibedakan ke dalam dua kelompok, yakni pihak ketiga yang beritikad baik dan buruk.
"Perlindungan harta kekayaan pihak ketiga atas harta kekayaan di negeri ini masih bergantung pada ‘kebaikan moral’ penyidik, penuntut umum, dan hakim," ujarnya.
Sidang terbuka ini dipimpin oleh Ketua Program Pascasarjana Dr. Firman Wijaya SH MH yang juga selaku Co-Promotor II; Prof. Dr. Tb Ronny Nitibaskara bertindak sebagai Promotor; dan Dr. Chairul Huda SH, MH selaku Co-Promotot I.
Adapun para penguji adalah, Prof Dr. Basuki Rekso W, SH MS; Dr. Yenti Ganarsih; Dr. Rocky Marbun, SH MH; dan Dr. Hartanto, SH MH.
Sidang terbuka turut dihadiri Ketua Ombudsman RI, Prof. Amzulian Rifai, SH LLM; advokat senior yang menjadi mentor promovendus saat di Yayasan LBH Indonesia, Dr. Hotma PD Sitoempoel; Direksi Gajah Tunggal Group, Ferry Lawrentius Hollen; Ketua Yayasan Obor Indonesia, Kartini Nurdindan; dan Direktur Eksekutif Kantor Hukum Moeldoko81, Dian Novita Susanto.