"Hari ini, KPK menjadwalkan pemeriksaan Oded Muhammad Danial. Bertempat di Polrestabes Bandung," ujar Pelaksana Tugas (Plt) Jurubicara Bidang Penindakan KPK, Ali Fikri kepada wartawan, Jumat (4/9).
Oded sendiri sempat mangkir saat dipanggil penyidik KPK, Rabu (2/9). Sehingga dijadwalkan ulang diperiksa pada hari ini. Oded akan diperiksa dalam kapasitasnya sebagai mantan anggota DPRD Kota Bandung periode 2009-2014.
Selain itu kata Ali, penyidik KPK juga memanggil 13 orang saksi lainnya pada hari ini. Diantaranya, Iis Aisyah selaku ibu rumah tangga, Dedih selaku karyawan swasta, Dayat selaku petani, Iis Amas selaku ibu rumah tangga, Okib selaku petani, Juju Juangsih selaku pedagang, Ombik selaku petani, Noneng Kurniasih selaku ibu rumah tangga.
Selanjutnya, Rasmanah selaku wiraswasta, Tinny Kurniati selaku ibu rumah tangga, Eme selaku petani, Warma selaku petani, dan Imik selaku ibu rumah tangga
Para saksi itu akan dimintai keterangan di Polrestabes Bandung untuk tersangka Dadang Suganda (DS).
Diketahui, Dadang telah ditetapkan sebagai tersangka pada 16 Oktober 2019. Dadang pun telah ditahan pada 30 Juni 2020.
Perkara ini merupakan pengembangan dari tersangka sebelumnya. Yakni Herry Nurhayat selaku mantan Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Bandung; Tomtom Dabbul Qomard dan Kadar Slamet selaku anggota DPRD Kota Bandung periode 2009-2014.
Pada 2011 lalu, Walikota Bandung, Dada Rosada menetapkan lokasi dan usulan kebutuhan anggaran pengadaan tanah untuk RTH Kota Bandung tahun 2012 sebesar Rp 15 miliar untuk 10 ribu meter persegi.
Dalam rapat pembahasan anggaran dengan Badan Anggaran DPRD Kota Bandung, KPK menduga adanya anggota DPRD meminta penambahan anggaran dengan alasan adanya penambahan lokasi untuk pengadaan RTH. Besar penambahannya dari semula Rp 15 miliar menjadi Rp 57,21 miliar untuk APBD Murni tahun 2012.
Penambahan anggaran tersebut diduga dilakukan karena lokasi lahan yang akan dibebaskan adalah lokasi yang sudah disiapkan dan terlebih dahulu dibeli dari warga sebagai pemilik tanah. Upaya ini diduga dilakukan supaya beberapa pihak memperoleh keuntungan.
Dalam proses pembelian tanah ini, Pemkot Bandung tidak membeli langsung dari pemilik tanah, melainkan dari makelar tanah. Yakni Kadar Slamet dan Dadang Suganda yang memanfaatkan kedekatannya dengan Sekretaris Daerah (Sekda) Pemkot Bandung.
Pada pemilik tanah dibuatkan surat kuasa menjual dari pemilik tanah kepada para makelar agar pihak Pemkot Bandung terlihat tidak tahu bahwa transaksi tanah tersebut adalah melalui makelar tanah.
Dalam beberapa pertemuan, Dadang mengajukan keinginannya mengikuti pengadaan RTH dan disambut oleh pihak Sekda Pemkot Bandung yang mempersilakan Dadang untuk ikut menawarkan tanahnya.
Selain itu, KPK menduga Dadang membeli tanah langsung dari pemilik atau ahli waris dengan harga dibawah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dan menjualnya kembali kepada Pemkot Bandung dengan harga 3-4 kali lebih tinggi.
Dadang membeli sebanyak 50 bidang tanah yang berada di Kecamatan Cibiru. Namun, sebagian besar tanah milik Dadang tersebut dibeli oleh Pemkot Bandung yang mana lokasinya berada di luar Surat Keputusan Walikota Bandung tentang persetujuan penetapan lokasi pengadaan tanah untuk pembangunan RTH.
Dari pembelian tanah itu, Pemkot Bandung telah membayar Rp 43,64 miliar. Sedangkan uang yang dibayar ke pemilik tanah oleh Dadang hanya sebesar Rp 13,45 miliar.
Sehingga, terdapat selisih pembayaran antara yang yang diterima Dadang dari Pemkot Bandung dengan pembayaran kepada pemilik atau ahli waris tanah sebesar Rp 30,18 miliar.
KPK menduga adanya markup dalam proyek RTH Pemkot Bandung ini. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sendiri juga telah menyampaikan hasil audit kerugian keuangan negara dalam proyek tersebut.