Permintaan itu disampaiÂkan Hendri Yuzal, Staf Khusus Gubernur Aceh Irwandi Yusuf saat bertemu di kafe Quantum, Banda Aceh.
Dalam pertemuan itu, Ahmadi meminta kepada Hendri Yuzal agar proyek-proyek yang berÂsumber dari DOKA bisa dikerÂjakan kontraktor lokal. Ahmadi meminta menyampaikan pesan ini kepada Irwandi.
"Saya bilang tolonglah dibantu,pengusaha-pengusaha Bener Meriah datang ke saya. Mereka bilang, 'Pak kami ikut tender tidak ada yang menang'. Terus saya bilang, 'Bang nanti kalau ada kewajiban nanti jadi tanggung jawab saya'," ungkap Ahmadi ketika bersaksi untuksidang perkara Irwandi di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Jaksa KPK Ali Fikri lalu berÂtanya apa maksud perkataan Ahmadi. Menurut Ahmadi, keÂwajiban yang dimaksud memang diartikan dalam bentuk uang. Tapi uang itu merupakan biaya "administrasi". "Iya (uang), tapi kan kewajiban administrasi karena dalam penawaran tidak cukup satu-dua juta," tegas Ahmadi.
Keterangan Ahmadi berbeda dengan isi Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Jaksa pun menÂgutip isi BAP nomor 64. Isinya, Ahmadi meminta kepada Hendri agar kontraktor lokal di Bener Meriah bisa ditunjuk sebagai pelaksana proyek yang bersumÂber dari dana DOKA 2018.
Atas permintaan itu Hendri menjawab, "Boleh Bang tapi nanti ada kewajiban ya". Ahmadi meÂnyanggupi. "Kalau ada komitmen dan kewajiban kami siap," jaksa mengutip isi BAP Ahmadi.
"Di sini tidak ada bicarakan administrasi. Bagaimana ini?" tanya jaksa.
"Benar, tapi kata-kata
commitÂment fee itu tidak ada. Karena pas saya jawab (pertanyaan), peÂnyidik simpulkan sendiri. Yang ada, 'tolonglah bicarakan karena pengusaha di Bener Meriah tidak pernah menang tender'," elak Ahmadi.
"Jadi maksud kewajibannyaitu apa?" tanya jaksa lagi. "Uang-uang untuk mendapatkan pekerÂjaan tersebut, tapi bukan
commitÂment fee," tandas Ahmadi.
Jaksa kembali mengutip isi BAP Ahmadi. Untuk penyerahan
fee akan diatur lebih lanjut. Ahmadi menyuruh Hendri koordinasi dengan ajudannya, Muyassir.
Ahmad mengakui ada perÂmintaan uang dari Hendri keÂpada Muyassir menjelang hari raya Idul Fitri. Tapi, menurutÂnya, tidak ada kaitannya dengan
fee proyek.
"Yasir bilang, 'Pak kata Bang Hendri perlu duit Rp 1 M untuk duit meugang'. Kata Muyasir Gubernur sedang ada di Mekkah. Saya bilang, 'Oke kita upayakan dulu'," tutur Ahmadi.
Ahmadi menjelaskan duit meugang adalah budaya di Aceh dan tak dilarang ulama. Lantaran itu ia mengupayakan menyediaÂkan uang seperti yang diminta Hendri. Mobilnya dijual. Uang hasil penjualan Rp 250 juta diserahkan ke Muyassir.
"Tapi Muyasir tidak kasih semua. Hanya Rp 120 juta," ungkap Ahmadi.
Ia juga meminjam dari adik ipÂarnya, Munandar. Dapat Rp 430 juta. Uang diantar ke Muyassir. "Dan diantar Muyassir kepada Hendri berbarengan dengan hasil jual mobil Rp 120 juta," kata Ahmadi.
"Kan mintanya Rp 1 M, sisanÂya?" kata Jaksa Ali. "Enggak ada cuma segitu," jawab Ahmadi.
Setelah itu, Hendri kembali meminta Rp1,5 miliar melalui Muyassir. Katanya untuk keperÂluan Aceh Marathon. "Muyassir bilang ada perlu untuk Aceh Marathon. Barang siapa yang berikan itu akan diberikan paket pekerjaan," tutur Ahmadi.
Ahmadi memerintahkan ajuÂdannya mengumpulkan uang dari para kontraktor. Terkumpul Rp 500 juta. Muyassir menganÂtar uang itu ke Hendri. Saat itulah KPK melakukan operasi tangkap tangan.
Dalam perkara ini, Gubernur Aceh nonaktif Irwandi Yusuf didakwa menerima suap Rp 1,05 miliar Bupati Bener Meriah Ahmadi. Lewat orang Staf Khusus Hendri Yuzal dan orang keperÂcayaannya Teuku Saiful Bahri.
Uang tersebut diduga untuk mengarahkan Unit Layanan Pengadaan (ULP) Pemerintah Provinsi Aceh agar menyetujui permintaan Ahmadi agar proyek dana DOKA tahun 2018 untuk Kabupaten Bener Meriah dikerÂjakan kontraktor lokal. Alokasi DOKA untuk daerah ini mencaÂpai Rp 108 miliar. ***
BERITA TERKAIT: