"Kami akan mendatangi anggota Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi satu per satu agar mereka mau turut serta menjaga aset bangsa termasuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN)," kata koordinator BRAKK, Hans Suta Widhya melalui rilis yang diterima, Minggu (7/10).
Setidaknya ada lebih dari 10 anggota koalisi yang akan didatangi, terutama ICW, YLBHI, Banten Bersih, Perkumpulan Integritas, KRPK, PBHI, PUSAKO FH Unand, MATA Aceh, MCW, TRUTH, Sahdar Medan, IBC, Pondok Keadilan, Pukat FH UGM, Gemawan, FITRA Riau, Jaringan Anti Korupsi Riau, dan Bengkel APPEK NTT.
Hans merasa perlu untuk menjelaskan kepada mereka satu per satu, karena ada dugaan anggota koalisi tersebut telah menerima informasi yang salah dalam hal penyelamatan aset negara.
"Puluhan anggota koalisi itu telah mempertaruhkan integritasnya. Bukan itu saja, kredibilitas lembaga anti korupsi yang dibangun oleh para pendahulunya juga bisa hancur berantakan gara-gara masalah ini," kata Hans.
Sebelumnya, Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi pada Kamis (4/10) lalu mendatangi KPK guna untuk melaporkan dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku pegawai lembaga antikorupsi atas nama Pahala Nainggolan (Deputi Pencegahan KPK) dalam perkara perdata antara PT Geo Dipa Energi dan PT Bumi Gas Energi soal proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas bumi (PLTP) Dieng-Patuha.
Menurut Hans, apa yang dilakukan oleh KPK selama ini merupakan hak dan kewajiban institusi pimpinan Agus Rahardjo untuk melakukan pencegahan kerugian aset BUMN.
"Jelas ini merupakan tupoksi KPK. Termasuk melakukan pengawasan, pencegahan, dan penyelidikan, serta memberikan informasi yang diperlukan yang diajukan oleh BUMN karena kegiatan BUMN ada dalam ranah pengawasan KPK," katanya.
Bahkan, secara hukum surat KPK seharusnya dianggap sah dan benar (asas het vermoeden van rechmatigheid) oleh proses pengadilan yang berwenang atau institusi manapun, kecuali Bumigas bisa membuktikan sebaliknya.
[wid]
BERITA TERKAIT: